PERAN PERAWAT JIWA DALAM MENJADIKAN KESEHATAN JIWA SEBAGAI PRIORITAS GLOBAL DAN NASIONAL : MENINGKATKAN PELAYANAN KESEHATAN JIWA MELALUI ADVOKASI DAN

Selasa, 13 Januari 2009 ·

(making mental health a global priority: scaling up services through citizen advocacy and action)

Oleh. Dr. Budi Anna Keliat, SKp, MAppSc


PENDAHULUAAN

Pelayanan keperawatan jiwa selama ini berfokus pada pelayanan di rumah sakit yang ditandai oleh banyaknya rumah sakit jiwa diseluruh Indonesia. Sehingga pelayanan kesehatan jiwa selama ini adalah hospital based. Berdasarkan informasi yang ada sebagian besar rumah sakit jiwa menggunakan pelayanan custodial care, dengan kualitas pelayanan dibawah standar. Kualitas pelayanan kesehatan jiwa termasuk memperhatikan hak orang atas pemenuhan, perlindungan, dan penghargaan atas martabat.



Menurut WHO (2003), strategi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan jiwa dapat delakukan dengan cara menetapkan kebijakan tentang kualitas, menetapkan standar pelayanan, mengimplementasikan standar, kemudian dilakukan akreditasi, selanjutnya dilaksanakan monitoring untuk mengukur keberhasilannya (figure 1). Jika berhasil meningkatkan kualitas, maka diintegrasikan ke dalam system pelayanan. Misalnya, model praktek keperawatan professional (MPKP) disusun standar, kemudian diakreditasi, lalu dilakukan monitoring, jika menurunkan lama rawat pasien, maka dapat dianggap sebagai cara meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan jiwa di rumah sakit jiwa, sehingga dapat diintegrasikan dalam system pelayanan kesehatan jiwa.

Pelayanan berbasis rumah sakit, menggambarkan pelayanan bersifat pasif, yaitu menunggu masyarakat yang datang ke rumah sakit. Melalui beberapa penelitian diketahui, bahwa pasien yang datang ke rumah sakit bukan kasus yang baru tetapi kasus yang telah mencari pertolongan ke berbagai pengobatan diluar kesehatan. Selain itu, pelayanan berbasis rumahsakit tidak dapat mencapai masyarakat yang sehat dan yang risiko, sehingga mereka menjadi rentan menjadi gangguan jiwa. Pelayanan berbasis masyarakat (community based) dapat mencapai masyarakat yang sehat agar tetap sehat melalui program promosi dan prevensi, masyarakat yang risiko dapat dicegah agar tidak menjadi gangguan bahkan dapat dipulihkan menjadi sehat melalui program pencegahan. Menurut WHO (2008) 76-85% kasus gangguan jiwa yang serius tidak mendapatkan pengobatan pada tahun pertama (treatment gap), sehingga dengan cara mendekatkan pelayanan ke tempat tinggal masyarakat pengobatan segera dapat dilakukan, sehingga kemungkinan sembuh dan produktif kembali dapat dicapai.














Pendekatan medikal pada system kesehatan jiwa perlu segera diganti dengan model integrasi dari tingkat pusat sampai desa. Lintas sektor di seluruh departemen sampai lintas sektor di desa antara seluruh unit pelayanan departemen di desa. Dengan cara ini seluruh komponen bangsa dapat menyadari kesehatan jiwa dan selanjutnya menggunakan kesehatan jiwa sebagai perilaku sehari-hari. Kesehatan jiwa bukan hanya tanggung jawab departemen kesehatan tetapi tanggung jawab seluruh masyarakat yang artinya dimana ada manusia disana ada program kesehatan jiwa, agar semua masyarakat menjadi produktif dan berguna.

Pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas merupakan strategi yang terbaik untuk mencapai seluruh masyarakat untuk dapat mempertahankan yang sehat jiwa tetap sehat, yang risiko menjadi sehat, serta yang gangguan menjadi sembuh dan produktif melalui program “recovery of a good quality of life”. Dengan pemberdayaan masyarakat di desa memungkinkan kesehatan jiwa mencapai seluruh masyarakat.

Kesehatan jiwa adalah:status kesehatan dimana individu sadar akan kemampuannya, dapat mengatasi stres hidup sehari-hari, dapat bekerja produktif dan bermanfaat, dan dapat memberi kontribusi pada komunitasnya (mental health is a state of well being-ability in which the individual realizes his or her ability, can cope with a normal stresses of life, can work productively and fruitfully, and is able to make a contribution to his or her community ). Investasi kesehatan jiwa pada anak-anak merupakan strategi utama mewujudkan masa depan bangsa yang tangguh, produktif dan bermanfaat.

FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERLUKAN PADA: making mental health a priority

Beberapa faktor yang perlu dipenuhi agar kesehatan jiwa menjadi prioritas adalah (WHO, 2008):

1. Policy and legislation
Kebijakan dan legislasi diperlukan sebagai dasar dan payung pelaksanaan dan perubahan sistem kesehatan jiwa. Hal ini diperlukan agar masyarakat (sehat jiwa, risiko gangguan jiwa, gangguan jiwa) mendapat perlindungan hak-hak mereka sebagai anggota masyarakat mendapatkan pelayanana kesehatan jiwa. Sepertiga negara di dunia, setengah negara berkembang dan 93% negara maju telah memiliki kebijakan dan legislasi kesehatan jiwa. Indonesia belum mempunyai, hanya terintegrasi di UU Kes No 23, 1992.

2. Mental health service
Negara maju mengutamakan pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat. Di dunia hampir dua pertiga memiliki minimal satu pelayanan kesehatan jiwa komunitas. Di asia tenggara hanya 50% negara yang memiliki pelayanan keswa berbasis masyarakat. Di Indonesia telah memulai pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat dan telah dideklarasikan pada pertemuan nasional kesehatan jiwa 2008.


3. Community resources
Sumber daya masyarakat merupakan aspek yang vital untuk melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa masyarakat. Beberapa sumber daya yang dapat dikembangkan di masyarakat adalah lembaga swadaya masyarakat (minimun 88 % negara telah mempunyai satu NGO terkait keswa), assosiasi keluarga dan pasien (hanya 46% negara miskin, 88% negara berkembang, 100% negara maju telah memiliki assosiasi kel dan pasien), pengobat tradisional (Batra), rehabilitasi psikososial. Sangat jarang keluarga dan pasien terlibat dalam mengambil keputusan tentang perawatan mereka. Di Indonesia telah memulai mengembangkan assosiasi pasien dan keluarga, melatih tokoh masyarakat sebagai kader kesehatan jiwa dan memberdayakan desa sebagai desa peduli sehat jiwa yang dicanangkan menteri kesehatan pada hari kesehatan jiwa sedunia 2008.

4. Human resources
Tenaga kesehatan jiwa di negara miskin terdiri dari perawat jiwa (0.16/100.000 penduduk) dan psikiater (0.05/100.000 penduduk). Di dunia dapat dilihat pada figure 2 (WHO 2008)





Di negara yang telah berkembang, melatih tenaga pelayanan primer tentang kesehatan jiwa sehingga sedini mungkin kesehatan jiwa telah menyentuh kehidupan masyarakat. Di Indonesia telah dimulai melatih perawat puskesmas tentang perawatan kesehatan jiwa masyarakat (community mental health nursing) dan melatih dokter umum di puskesmas tentang kesehatan jiwa yang disebut GP+ (medical officer mental health). Selain itu, untuk perawat telah ada pendidikan spesialis keperawatan jiwa yang setara dengan pendidikan spesialis yang lain.
5. Financial resources
Sepertiga negara di dunia tidak mempunyai budget khusus untuk kesehatan jiwa. Secara umum budget kesehatan jiwa kurang dari 1% budget kesehatan secara keseluruhan.

Untuk mewujudkan kelima faktor diatas diperlukan upaya yang kuat dari tenaga kesehatan jiwa dan masyarakat yang peduli kesehatan jiwa. Untuk itu diperlukan advokasi dan aksi agar kesehatan jiwa menjadi prioritas.


PERAN PERAWAT DALAM ADVOKASI

Advokasi merupakan cara yang paling efektif dan paling murah untuk melakukan perubahan. Ada beberapa macam advokasi yaitu:
1. Self advocacy: yaitu individu atau kelompok bicara atau beraksi tentang kebutuhan mereka. Pasien gangguan jiwa sering sukar menyuarakan kebutuhan mereka, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan, mereka perlu assosiasi untuk menyatukan suara.
2. Citizen advocacy: yaitu seseorang berbicara atau beraksi atas nama user atau membantu mereka bicara untuk dirinya. Mereka yang tidak mendapatkan hak, dan yang didiskriminasi. Masyarakat bersama-sama mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalahnya. Di Indonesia dapat dikembangkan assosiasi keluarga dan pasien atau assosiasi kader kesehatan jiwa sebagai kelompok pendukun (support group).
3. Crisis advocacy: yaitu bantuan yang diberikan pada situasi yang sulit. Misalnya pada saat bencana.
4. Peer advocacy: yaitu membantu sesama dengan masalah yang sama. Assosiasi pasien dan keluarga merupakan salah satu cara.
5. Professional advocacy: yaitu memotivasi para professional yang peduli kesehatan jiwa, membantu menyelesaikan masalah kesehatan jiwa. Semua profesi, bukan hanya profesi kesehatan.
6. Collective advocacy: yaitu kelompok masyarakat dari berbagai latar belakang melakukan kampanye tentang kesehatan jiwa.

Perawat dapat memfasilitasi semua bentuk advokasi agar semua lapisan masyarakat menyadari kesehatan jiwa dan merasakan pentingnya kesehatan jiwa. Seluruh anggota masyarakat dijadikan marketer kesehatan jiwa sehingga kesehatan jiwa menjadi perilaku seluruh masyarakat. Pasien dan keluarganya di rumah sakit jiwa merupakan target utama, oleh karena itu berikan perawatan yang berkualitas, berikan informasi kesehatan jiwa melalui pendidikan kesehatan jiwa, sehingga pasien dan keluarganya merasakan dampak pelayanan keperawatan jiwa pada diri dan kehidupannya.

Tujuan akhir dari advokasi adalah meningkatkan pemenuhan hak azasi manusia terhadap kesehatan jiwa, menghilangkan stigma dan diskriminasi


PERAN PERAWAT DALAM AKSI MASYARAKAT

Aksi masyarakat adalah aksi untuk diri sendiri atau untuk orang lain, yang waktunya adalah sekarang. Beberapa kunci aksi masyarakat:

1. National ownership for mental health
Di Indonesia harus dibangun rasa memiliki kesehatan jiwa, seperti Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia (IPKJI), Perawat MPKP, Perawat CMHN, Perawat PICU
2. Local carer
Desa peduli sehat jiwa (DPSJ), assosiasi KKJ, assosiasi pasien dan keluarga (self help group) merupakan kekuatan local yang harus dibangun.
3. Antistigma gangguan jiwa
Diperlukan upaya yang optimal pemulihan kesehatan pasien gangguan jiwa, dan menjadikan kesehatan jiwa menjadi kebutuhan masyarakat.
4. Budget yang cukup dan konsisten

Banyak lagi aksi yang dapat dilakukan secara profesionl oleh perawat yaitu:
1. Informed: menguasai ilmu keperawatan jiwa. Mencari informasi kesehatan jiwa dari local, nasional, dan internacional serta memadukannya menjadi kekuatan bersama. Salah satu caranya adalah berbagi ilmu dan pengalaman mmelalui konferensi nasional keperawatan jiwa.
2. Raise awareness: membangun kesadaran masyarakat tentang kesehatan jiwa: sehat, risiko dan gangguan. Termasuk proses terjadinya, cara mencegahnya dan cara memulihkannya disertai bukti – bukti nyata.
3. Education: menyebarluaskan informasi kesehatan jiwa yang adekuat, sehingga banyak masyarakat yang mengetahuinya.
4. Networking: membangun hubungan/jejaring dengan individu yang penting, organisasi, dan berbagai sumber di masyarakat.
5. Capacity building: meningkatkan kemampuan perawat-perawat: ketrampilan, pengetahuan dan sumber-sumber yang diperlukan untuk menyediakan pelayanan keperawatan yang berkualitas.
6. Lobbying: melakukan lobi dengan parlemen, pemerintah yang akan berpengaruh dalam menetapkan kebijakan dan legislasi.
7. Campaigning: melakukan kampanye kesehatan jiwa dengan rencana yang teratur, agar peserta kampanye dapat menjadi representasika kesehatan jiwa ke masyarakat dan pemerintah.

PENUTUP
Perawat jiwa yang ada di rumah sakit (rumah sakit jiwa, rumah sakit umum, panti kesehatan jiwa, yayasan yang merawat pasien gangguan jiwa), pengajar keperawatan jiwa di sekolah keperawatan, perawat jiwa yang ada di struktur departemen kesehatan dan dinas kesehatan diharapkan bersatu padu untuk menyuarakan kesehatan jiwa pada setiap desempatan mulai dari sekarang lepada setiap orang yang ditemui. Kegiatan yang dilakukan berupa advocacy and action.

REFERENSI

1. Keliat, B.A, dkk. (2007). Advance Course Community Mental Health Nursing: Manajemen community mental health nursing district level. Jakarta: belum diterbitkan
2. The Future Vision Coalition. 2008. A new vision of mental health: Discussion paper
3. World Health Organization. (2003).Quality improvement for mental health. Geneva: WHO
4. World Health Organization. (2003).Advocacy for mental health. Geneva: WHO
5. World Health Organization. (2005). Human right and legislation: Stop exclusion and dare to care. Geneva: WHO
6. World Federation for Mental Health. (2008). Making a mental health a global priority. Geneva: WHO

0 komentar:

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified