KESEHATAN JIWA DI INDONESIA

Selasa, 13 Januari 2009 ·

ARTIKEL

PERKEMBANGAN PELAYANAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
DI INDONESIA


TIM : 1. Akemat, S.Kp,M.Kes (RS Marzoeki Mahdi Bogor)
2. Ns. Ice Yulia Wardani, S.Kep (FIK-Universitas Indonesia)
3. Ns. Metty Widiastuti, S.Kep, M.Kep (RS Jiwa Bandung)



ABSTRAK
Pengembangan dan pemanfaatan ilmu keperawatan merupakan bagian yang esensial dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan termasuk pula keperawatan jiwa. Peningkatan kualitas tersebut hendaknya sejalan dengan penerapan praktik keperawatan yang didasarkan pada fakta (evidence-based practice for nursing).
Keperawatan jiwa secara holistik menggabungkan aspek pengetahuan, afektif dan psikomotor dari berbagai macam disiplin ilmu dalam mempertahankan kondisi kesehatan fisik, mental, sosial, dan spiritual pasien gangguan jiwa. Hal ini diupayakan untuk memfasilitasi pasien ke arah perkembangan kesehatan yang lebih optimum, dengan pendekatan pada pemulihan kesehatan, memaksimalkan kualitas hidup serta pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Praktik keperawatan berdasarkan fakta empiris bertujuan untuk memberikan variasi tindakan keperawatan berdasarkan fakta terbaik dari riset yang telah dilakukan secara hati-hati dan penuh pertimbangan baik tindakan preventif dan promotif dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Perkembangan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa kurun waktu 1997-2008 telah berkembang dengan pesat dimulai dengan pengembangan MPKP di berbagai tingkat tatanan pelayanan kesehatan jiwa; CMHN dengan Desa Siaga Sehat Jiwa; Penerapan diagnosis keperawatan serta standar asuhan keperawatan jiwa; NAPZA, psikogeriatrik serta terakhir dan terkini yang sedang dikembangkan di setiap RS Jiwa adalah PICU (Psychaitric Intensive Care Unit). Sumber daya manusia keperawatan perlu ditingkatkan sesuai dengan tatanan pelayanan yang diberikan.

Kata kunci: evidence-based practice for nursing, NAPZA, psikogeriatrik, Psychaitric Intensive Care Unit
Daftar pustaka 35 (1997-2007)

PERKEMBANGAN PELAYANAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN
Tatanan pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia pada masa depan merupakan tantangan karena adanya policy yang berpihak pada kesehatan jiwa, tatanan pelayanan dengan pendekatan komunitas, tenaga kesehatan dan masyarakat bersama-sama melaksanakan upaya kesehatan jiwa serta hak asasi, undang-undang dan peraturan yang berpihak pada kesehatan jiwa. Selain itu juga kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi beberapa dekade terakhir telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dan juga berdampak dalam dunia keperawatan.Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan semakin meningkat.

B. TUJUAN
Meningkatkan pelayanan merupakan upaya signifikan dalam memperbaiki pelayanan kesehatan yang berorientasi pada efektifitas pembiayaan (cost effectiveness). Meningkatkan praktik keperawatan merupakan kebutuhan mendesak untuk membangun praktik keperawatan jiwa yang lebih efektif dan efisien di berbagai tatana pelayanan sesuai dengan piramida pelayanan kesehatan jiwa.

C. PENGEMBANGAN PELAYANAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
Pengembangan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa dititik beratkan pada penerapan MPKP, CMHN, pelayanan NAPZA, penerapan diagnosis keperawatan serta standar asuhan keperawatan, pelayanan psikogeriatrik serta yang terkini adalah PICU.

1. MPKP (Model Praktek Keperawatan Profesional)
Pelayanan keperawatan adalah pelayanan yang dilakukan oleh banyak orang sehingga perlu menerapkan manajemen, yaitu dalam bentuk manajemen keperawatan. Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan, pengobatan dan bantuan terhadap para pasien (Gillies, 1989).

Pelayanan prima keperawatan dikembangkan dalam bentuk model praktek keperawatan profesional (MPKP), yang pada awalnya dikembangkan oleh Sudarsono (2000) di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo dan beberapa rumah sakit umum lain

Model praktek keperawatan mensyaratkan pendekatan manajemen (management approach) sebagai pilar praktek professional yang pertama. Oleh karena itu proses manajemen harus dilaksanakan dengan disiplin untuk menjamin pelayanan yang diberikan kepada pasien atau keluarga merupakan praktek yang professional.
Di ruang MPKP pendekatan manajemen diterapkan dalam bentuk fungsi manajemen yang terdiri dari:
1. Perencanaan (planning) (modul IA)
2. Pengorganisasian (organizing) (modul IB)
3. Pengarahan (directing) (modul IC)
4. Pengendalian (controlling) (modul ID)

Di rumah sakit jiwa telah dikembangkan MPKP dengan memodifikasi MPKP yang telah dikembangkan di rumah sakit umum. Beberapa modifikasi yang dilakukan meliputi 3 jenis yaitu:
1. MPKP Transisi
MPKP dasar yang tenaga perawatnya masih ada yang berlatar belakang
pendidikan SPK, namun Kepala Ruangan dan Ketua Timnya minimal dari
D3 Keperawatan
2. MPKP Pemula
MPKP dasar yang semua tenaganya minimal D3 Keperawatan.
3. MPKP Profesional dibagi 3 tingkatan yaitu
 MPKP I
MPKP dengan tenaga perawat pelaksana minimal D3 keperawatan tetapi Kepala Ruangan (Karu) dan Ketua Tim (Katim) mempunyai pendidikan minimal S1 Keperawatan.


 MPKP II
MPKP Intermediate dengan tenaga minimal D3 Keperawatan dan mayoritas Sarjana Ners keperawatan, sudah memiliki tenaga spesialis keperawatan jiwa.
 MPKP III
MPKP Advance yang semua tenaga minimal Sarjana Ners keperawatan, sudah memiliki tenaga spesialis keperawatan jiwa dan doktor keperawatan yang bekerja di area keperawatan jiwa..

MPKP telah diterapkan di berbagai rumah sakit jiwa di Indonesia (Bogor, Lawang, Pakem, Semarang, Magelang, Solo, dan RSUD Duren Sawit). Bentuk MPKP yang dikembangkan adalah MPKP transisi dan MPKP pemula. Hasil penerapan menunjukkan hasil BOR meningkat, ALOS menurun, angka lari pasien menurun. Ini menunjukkan bahwa dengan MPKP pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan bermutu baik.

Berdasarkan pemikiran tersebut dipandang perlu pengembangan MPKP di RSJ, agar pelayanan di RSJ lebih spesialistik dan profesional. Pada modul ini akan dikembangkan penatalaksanaan kegiatan keperawatan berdasarkan 4 pilar nilai profesional yaitu management approach, compensatory reward, professional relationship dan patient care delivery.

Pilar-pilar professional diaplikasikan dalam bentuk aktivitas-aktivitas pelayanan professional yang dipaparkan dalam bentuk 4 modul yaitu; Manajemen Keperawatan; Compensatory Reward; Professional Relationship & Patient Care Delivery

Kegiatan yang ditetapkan pada tiap pilar merupakan kegiatan dasar MPKP dengan model MPKP pemula. Kegiatan tersebut dapat dikembangkan jika tenaga keperawatan yang bekerja lebih berkualitas atau model MPKP telah meningkat ke bentuk MPKP Profesional.



2. CMHN (Community Mental Health Nursing).
Upaya mewujudkan kesinambungan pelayanan kesehatan jiwa telah dimulai di Indonesia yaitu di NAD dan NIAS, daerah yang terkena dampak gempa dan tsunami pada tahun 2004 yang lalu. Bentuk pelayanan yang diterapkan adalah pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat (Community Mental Health Nursing (CMHN)). Pelayanan kesehatan jiwa masyarakat diberikan meliputi BC-CMHN (Basic Course of Community Mental Health Nursing), IC-CMHN (Intermediate Course of Community Mental Health Nursing) dan AC-CMHN (Advance Course of Community Mental Health Nursing). Program ini telah memperlihatkan hasil dengan ditemukannya 2645 pasien di 11 kabupaten/kota di NAD dan 127 pasien di 2 kabupaten di NIAS. Dari jumlah pasien tersebut baru 1088 yang dirawat di rumah oleh perawat CMHN yang menghasilkan 346 orang mandiri, 512 perlu bantuan, dan 184 orang masih memerlukan perawatan total.

Dengan keberhasilan program CMHN, maka diharapkan pasien yang tidak tertangani di masyarakat akan dirujuk ke rumah sakit jiwa untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik bahkan yang spesialistik. Tatanan pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat telah dikembangkan dengan baik di NAD. Tahap berikutnya adalah mengembangkan program CMHN di seluruh Indonesia.

Propinsi yang telah mengembangkan program CMHN dan sedang mengembangkannya adalah NAD, NIAS, Jawa Barat (Bogor, Cimahi)

3. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya)
Jangkauan dan mutu fasilitas penyelenggaraan pelayanan kesehatan jiwa akibat penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (Napza) hingga kini masih rendah sehingga untuk mengantisipasi pertambahan kasus penyalahgunaan obat perlu pengembangan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa di RS Jiwa ataupun RS Ketergantungan Obat (RSKO) secara berkesinambungan. Melihat kecenderungan yang terjadi, penanganan masalah ini harus bersifat komprehensif dan multidisiplin. Tahapan penanggulangan penyalahgunaan narkotika harus meliputi upaya preventif sampai rehabilitatif dan melibatkan kerja sama lintas sektoral dan lintas program. Adapun fasilitas pelayanan pada tatanan rumah sakit tersebut meliputi unit rawat jalan/rawat inap, detoksifikasi, psikoterapi, hypnoterapi, terapi rumatan (metadon), voluntary counseling therapy serta CST.

4. PENERAPAN DIAGNOSA KEPERAWATAN & STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

Pada Konferensi Nasional Keperawatan Jiwa II di Yogyakarta telah ditetapkan standar proses keperawatan yang baru yaitu pendekatan Diagnosa Keperawatan dengan rumusan tunggal. Apabila sebelumnya standar perumusan diagnosa keperawatan dalam bentuk gabungan problem, etiologi, sign and symptom diubah menjadi pernyataan masalah tunggal.

Standar proses keperawatan yang disesuaikan dengan rumusan diagnosis tunggal yang kemudian dikenal dengan diagnosis keperawatan dimulai dari standar pengkajian, standar rumusan diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, strategi tindakan keperawatan dalam implementasi, dan evaluasi proses keperawatan.

Standar rumusan diagnosis keperawatan ditetapkan melalui tahapan:
1. Analisa data yang ditemukan baik data subyektif maupun data obyektif.
Data yang ditemukan sebagai hasil pengkajian dikumpulkan sebagai data subyektif dan obyektif. Data yang berkaitan erat satu dengan lain yang menunjang satu diagnosa keperawatan dikumpulkan menjadi satu untuk merumuskan diagnosa keperawatan.
2. Tetapkan rumusan diagnosis dalam bentuk rumusan tunggal. Rumusan diagnosa keperawatan mengacu pada rumusan diagnosa keperawatan NANDA 2005-2006.

Diagnosis keperawatan dirumuskan dalam bentuk rumusan tunggal. Rumusannya adalah rumusan “problem” Etiologi dari diagnosa tidak perlu dicantumkan tetapi cukup dimengerti dan dipahami. Rumusan diagnosa keperawatan jiwa berdasarkan NANDA 2005-2006 untuk 10 diagnosa keperawatan utama di keperawatan jiwa:

Rumusan Lama
Rumusan Baru
Perilaku kekerasan Risiko perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan
Perubahan sensori persepsi: halusinasi … Gangguan sensori persepsi: halusinasi …
Isolasi sosial: menarik diri Isolasi sosial
Gangguan konsep diri: harga diri rendah Harga diri rendah kronis
Harga diri rendah situasional
Perubahan proses pikir: waham … Gangguan proses pikir: waham …
Defisit perawatan diri Defisit perawatan diri: kebersihan diri
Defisit perawatan diri: berdandan
Defisit perawatan diri: makan-minum
Defisit perawatan diri: toileting
Risiko mencederai diri sendiri: bunuh diri Risiko bunuh diri
Koping keluarga tidak efektif Koping keluarga tidak efektif
Penatalaksanaan regiment terapeutik tidak efektif Penatalaksanaan regiment terapeutik tidak efektif
Ansietas Ansietas
Ketidakberdayaan Ketidakberdayaan


5. PSIKOGERIATRIK
Meningkatnya jumlah populasi lansia, menuntut peningkatan pelayanan kesehatan/keperawatan yang berbeda dengan pelayanan sebelumnya. Pengembangan dan pemanfaatan ilmu keperawatan jiwa merupakan bagian yang esensial dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan kesehatan jiwa termasuk pula psikogeriatrik. Keperawatan psikogeriatrik adalah praktek asuhan keperawatan yg ditujukan pada usia lanjut (lansia) dengan gangguan kognitif, emosional serta komorbid peny fisik yang mengakibatkan penurunan fungsional dan ketidakmampuan yang mempengaruhi kesejahteraan lansia, keluarga yang memiliki lansia, serta caregiver (Hyman, 2001).

Pelayanan psikogeriatrik yang diberikan secara holistik serta perlu mempertimbangkan aspek individual secara fisik, emosional, sosial maupun spiritual yang berarti. Hal ini beimplikasi bahwa pengobatan konvesional yang efektif, terapi alternatif dan complementary memegang peranan dalam asuhan holistik seperti penggunaan imagery, pemijatan, therapeutik touch, dan bentuk lain pengobatan non konvensional.. Sehingga terapi yang terbaik yang mendukung asuhan holistik adalah integratif antara konvensional dan alternatif/komplementari. Bagian dari pendekatan asuhan yang holistik juga adalah juga dengan melibatkan pemberi asuhan baik profesional maupun keluarga.
6. PICU (Psychiatric Intensive Care Unit)
Kedaruratan psikiatri adalah gangguan pikiran, perasaan, perilaku dan atau sosial yang membahayakan diri sendiri atau orang lain yang membutuhkan tindakan intensif yang segera. Sehingga prinsip dari kedaruratan psikiatri adalah kondisi darurat dan tindakan intensif yang segera. Psychiatric Intensive Care Unit (PICU) merupakan pelayanan yang ditujukan untuk pasien gangguan jiwa yang dalam kondisi krisis psikiatri. Merupakan gabungan pelayanan gawat darurat psikiatri dan pelayanan intensif, yang dapat diselenggarakan di rumah sakit jiwa atau unit psikiatri rumah sakit umum. PICU dapat menerima rujukan dari masyarakat, puskesmas, ruangan lain ataupun mengirim pasien yang telah melewati masa krisisnya ke masyarakat (dirawat CMHN) atau ke ruangan lain di RS Jiwa. Berdasarkan prinsip tindakan intensif segera, maka penanganan kedaruratan dibagi dalam fase intensif I (24 jam pertama), fase intensif II (24-72 jam pertama), dan fase intensif III (72 jam-10 hari).

D. KESIMPULAN
Berdasarkan evaluasi pelayanan kesehatan jiwa yang telah dikembangkan dan mengacu pada rekomendasi konas IV, maka :
1. MPKP baik pemula maupun profesional telah dikembangkan oleh 17 Rumah Sakit Jiwa ( 51,51%).
2. CMHN, telah dikembangkan di 3 provinsi (9,09%).
3. Asuhan keperawatan Psikogeriatrik telah dikembangkan di 6 Rumah Sakit Jiwa (18,18%).
4. PICU telah dikembangkan di 3 provinsi ( 9,09%).

0 komentar:

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified