BERBAGAI INDIKATOR TARAF KESEHATAN JIWA MASYARAKAT

Jumat, 30 Januari 2009 · 0 komentar

PENDAHULUAN

Kesehatan Jiwa masyarakat ( community mental health ) telah menjadi bagian masalah kesehatan masyarakat (public health) yang dihadapi semua negara. Salah satu pemicu terjadinya berbagai masalah dalam kesehatan jiwa adalah dampak modernisasi dimana tidak semua orang siap untuk menghadapi cepatnya perubahan dan kemajuan teknologi baru. Gangguan jiwa tidak menyebabkan kematian secara langsung namun akan menyebabkan penderitanya menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga penderita dan lingkungan masyarakat sekitarnya, Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal (4) disebutkan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari gangguan tetapi lebih kepada perasan sehat, sejahtera dan bahagia ( well being ), ada keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku, dapat merasakan kebahagiaan dalam sebagian besar kehidupannya serta mampu mengatasi tantangan hidup sehari-hari.


Sejalan dengan paradigma sehat yang dicanangkan Departemen Kesehatan yang lebih menekankan upaya proaktif dan berorientasi pada upaya kesehatan pencegahan (preventif ) dan promotif maka penanganan masalah kesehatan jiwa telah tergeser dari hospital base menjadi community base psychiatric services. Gangguan jiwa dapat dicegah dan diatasi, untuk itu penyelesaiannya tidak hanya oleh tenaga kesehatan, tetapi juga perlu melibatkan peran akif semua pihak. Masyarakat mempunyai potensi untuk mengatasi masalah tersebut sehingga perlu dirubah kesadarannya untuk terlibat dalam upaya preventif dan promotif, tenaga kesehatan, organisasi masyarakat yang concern terhadap masalah kesehatan jiwa masyarakat.

Perkembangan kondisi akhir-akhir ini yang sedang dihadapi oleh bangsa indonesia yang tengah membenahi dirinya menuju suatu kondisi yang lebih layak dan memadai sebagai suatu bangsa yang hidup di zaman moderen yang semakin kompleks, maka kualitas ( quality of life ) manusia dituntut lebih tinggi dari sebelumnya, khususnya untuk menyongsong era globalisasi mendatang. Data dari WHO Mental Health Atlas 2005 menuju permasalahan besar diwilayah negara berkembang adalah pada sumber daya manusia. Berdasarkan laporan yang dibuat UNDP tahun 2005 indeks pembangunan manusia ( Human development Indeks ) Indonesia pada tahun tersebut berada pada peringkat 110 dari 177 negara. Posisi indonesia itu dibawah Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia dan Singapura. Biaya pendidikan yang tinggi dan tidak terjangkau oleh sebagian kalangan masyarakat berpengaruh menurunkan kualitas manusia Indonesia dan potensial menumbuhkan kecemburuan sosial. Mengingat berbagai problema multi-dimensional yang masih maupun akan terus dihadapi bangsa ini menyangkut masalah ekonomi, bencana alam, terror serta berbagai wabah penyakit faktor pencetus (trigger) bagi terjadinya masalah pada kesehatan jiwa masyarakat ( kondisi psikososial di masyarakat ).
Masyarakat di satu sisi dituntut agar mencapai kualitas yang lebih baik sehingga mampu bersaing dalam persaingan global namun pada waktu yang sama harus mampu mengatasi pelbagai tuntutan dan tekanan hidup yang berat. Disatu pihak terdapat kondisi high culture tension khususnya di daerah perkotaan sebagai efek dari “city life” sedangkan pada sisi lain dibutuhkan lebih banyak sosok manusia yang sehat .

INDIKATOR KESEHATAN JIWA MASYARAKAT

"The modern view that many factors interact to produce disease may be attributed to the siminal work of George L Engel, who in 1977 put forward the Bio-psycho-social Model of Disease. Engel's model is a framework, rather than a set of detailed hypotheses, for understanding health and disease."

Eksistensi manusia meliputi tiga aspek yaitu organo-biologis ( fisik / jasmani ), psiko-edukatif ( mental-emosional ). Terjadinya gangguan jiwa juga merupakan proses interaksi yang kompleks antara faktor genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural. Telah terbukti bahwa ada korelasi erat antara timbulnya gangguan jiwa dengan kondisi sosial dan lingkungan dimasyarakat sebagai suatu “stessor psikososial”. Kini masalah kesehatan tidak lagi hanya menyangkut soal angka kematian atau kesakitan melainkan juga mencakup berbagai kondisi psikososial yang berdampak pada kualiitas kesehatan masyarat termasuk taraf kesehatan jiwa masyarakat.
Data statistik WHO menyebutkan bahwa setiap saat 1 % dari seluruh penduduk berada dalam kondisi membutuhkan pertolongan dan pengobatan untuk berbagai bentuk gangguan jiwa. Angka kejadian ( relevalensi ) berbagai bentuk gangguan jiwa mulai dari spekrum ringan sampai berat di Asia Selatan dan timur adalah sebesar lebih kurang 25%. Data WHO menunjukan bahwa rata-rata 5-10% dari populasi masyarakat di suatu wilayah menderita depresi dan memerlukan pengobatan psikiatrik dan intervensi psikososial. Untuk kalangan perempuan angka gangguan depresi dijumpai lebih tinggi lagi yaitu berkisar 15-17%. Di masa-masa mendatang bisa jadi kasusnya akan semakin bertambah, penderita gangguan jiwa lama banyak yang kembali kambuh karena mereka tidak kontrol dan tidak minum obat rutin karena tidak mampu beli obat, sedangkan pasien baru bermunculan karena faktor stressor psikososial yang meningkat. Sebagian besar pasien ( 80% ) yang dirawat dibagian jiwa RS umum maupun Rumah Sakit jiwa berasal dari kelompok keluarga miskin (gakin ). Biaya berobat yang harus ditanggung pasien meliputi tidak hanya biaya yang langsung berkaitan dengan pelayanan medik seperti harga obat, jasa konsultasi tetapi juga biaya spesifik lainya seperti biaya transportasi ke rumah sakit dan biaya akomodasi lainya.

Berbagai kondisi psikososial yang menjadi indikator taraf kesehatan jiwa masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan karakteristik kehidupan di perkotaan (urban mental health) meliputi: kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ), kasus perceraian, anak remaja putus sekolah, kasus kriminalitas anak remaja, masalah anak jalanan, promiskuitas, penyalahgunaan Napza dan dampak nya (hepatitis C,HIV/AIDS dll), gelandangan psikotik serta kasus bunuh diri.

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

Kekerasan dalam rumah tangga adalah tiap perbuatan terhadap seseorang yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis dan / atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga ( definisi dalam UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT ). Lingkup rumah tangga adalah suami, istri dan anak, termasuk juga orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan, pengasuhan, perwalian dengan suami maupun istri yang menetap bersama dalam rumah tangga.

Dampak kekerasan dalam rumah tangga meliputi gangguan kesehatan fisik non-reproduksi ( luka fisik, kecacatan ), gangguan kesehatan reproduksi ( penularan penyakit menular seksual, kehamilan yang tidak dikehendaki ), gangguan kesehatan jiwa ( trauma mental ), kematian atau bunuh diri. Kekerasan rumah tangga juga dapat menjadi salah satu atau kontributor meningkatnya kasus perceraian, kasus penelantaran anak, kasus kriminalitas anak remaja serta juga penyalahgunaan Napza.

ANAK PUTUS SEKOLAH

Berdasarkan data direktorat pendidikan kesetaraan depdiknas tahun 2005 lalu di Indonesia tercatat jumlah pelajar SLTP yang putus sekolah adalah sebanyak 1.000.746 siswa / siswi, sedangkan pelajar SLTA yang putus sekolah adalah sebanyak 151.976. jumlah lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi pada tahun tersebut tercatat sebanyak 691.361 siswa/ siswi. Laporan Organisai Buruh Internasional ( ILO ) tahun 2005 menyatakan bahwa sebanyak 4,18 juta anak usia sekolah di Indonesia tidak bersekolah dan sebagainya menjadi “pekerja anak” perwakilan ILO di Indonesia menyatakan bahwa banyaknya anak putus sekolah dan menjadi pekerja anak disebabkan karena biaya pendidikan di Indonesia masih dianggap terlalu mahal dan tak terjangkau oleh sebagian kalangan masyarakat. Angka partisipasi kasar ( APK ) program wajib belajar 9 tahun yang dirilis Depdiknas menunjukan baru mencapai 88,68% dari target 95% partisipasi anak usia sekolah yang diharapakan .

MASALAH ANAK JALANAN

Masalah anak jalan di Indonesia seperti kekerasan pada anak, masalah anak jalanan, penelantaran anak dan sebagainya masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari Departemen Sosial tahun 2005, jumlah anak jalanan di Indonesia adalah sekitar 30.000 anak dan sebagian besarnya berada di jalan-jalan di DKI Jakarta. Selain itu baru terdapat 12 daerah di Indonesia yang memiliki perda tentang anak jalanan. Padahal para anak-anak jalanan tersebut “jelas” rentan terhadap berbagai tindak kekerasan, penyimpangan perlakuan, pelecehan seksual bahkan dilibatkan dalam berbagai tindak kriminal oleh orang dewasa yang “menguasai”-nya

KASUS KRIMINALITAS ANAK REMAJA

Data Direktorat Jenderal Kemasyarakatan Dephukham dan komnas pelindungan anak ( PA ) menujukan bahwa pada tahun 2005 di Indonesia terdapat 2.179 tahanan anak dan 802 narapidana anak, 7 diantaranya anak perempuan. Tahun 2006 angkanya menjadi 4.130 tahanan anak serta 1.325 narapidana anak, dimana 34 diantaranya adalah anak perempuan. Menurut survey Komnas PA penyebab anak masuk LP Anak adalah 40% karena terlibat kasus Narkoba ( Napza ), 20% karena perjudian sedangkan sisanya karena kasus lain-lain. Kira-kira 20% tindak kekerasan seksual pada tahun 2006 pelakunya adalah anak remaja, 72% anak remaja pelaku kekerasan seksual mengaku terinspirasi Tayangan TV, setelah membaca media cetak porno dan nonton film porno. Laporan Komnas PA menyatakan bahwa 50-70% anak terlibat dalam tindak pidana kriminalitas lalu di vonis penjara dan masuk LP Anak justru perilakunya menjadi lebih jelek dan menjadi residivis dikemudian hari.

Masalah Narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya ( Napza ) serta dampaknya ( Hepatitis C, HIV / AIDS dll )

Narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) tergolong dalam zat psikoaktif yang bekerja mempengaruhi kerja sistem penghantar sinyal saraf (neuro-transmiter) sel-sel susunan saraf pusat (otak) sehingga meyebabkan terganggunya fungsi kognitif (pikiran), persepsi, daya nilai (judgment) dan perilaku serta dapat menyebabakan efek ketergantungan, baik fisik maupun psikis. Penyalahgunaan Napza di Indonesia sekarang sudah merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan bangsa dan negara. Pengungkapan kasusnya di Indonesia meningkat rata-rata 28,9 % per tahun. Tahun 2005 pabrik extasi terbesar ke 3 di dunia terbongkar di Tangerang, Banten. Di Indonesia diprediksi terdapat sekitar 1.365.000 penyalahgunaan Napza aktif dan data perkiraan estimasi terakhir menyebutkan bahwa pengguna Napza di Indonesia mencapai 5.000.000 jiwa. Mengikuti laju perkembangan kasus tersebut dijumpai pula peningkatan epidemi penyakit hati lever hepatitis tipe-c dan kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) AIDS (Acquired Immune-Deficiency Syndrome) yang modus penularan melalui penggunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada “pengguna Napza suntik (Penasus / injecting drug user / IDU).
Pola epidemik HIV/AIDS di Indonesia tak jauh berbeda dengan negara-negara lain, pada fase awal penyebarannya melalui kelompok homoseksual, kemudian tersebar melalui perilaku seksual berisiko tinggi seperti pada pekerja seks komersial, namun beberapa tahun belakangan ini dijumpai kecenderungan peningkatan secara cepat penyebaran penyakit ini diantara para pengguna Napza suntik. Berbagai sember memperkirakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia telah mencapai kurang lebih 120.000 orang dan sekitar 80% dari jumlah tersebut terinfeksi karena pengunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada para pengguna Napza suntik, jumlah penderita HIV/AIDS dari tahun 2000 sampai 2005 meningkat dengan cepat menjadi 4 kali lipat atau 40%. Data pada akhir tahun 2005 menyatakan bahwa prevalensi penularan HIV AIDS pada “penasun” adalah 80- 90% artinya , mencapai 90% dari total penasun dipastikan terinfeksi HIV/AIDS.

GANGGUAN PSIKOTIK DAN GANGGUAN JIWA SKIZOFRENIA

Ganguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai antara lain oleh gejala gangguan pemahaman (delusi waham) gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta dijumpai daya nilai realitas yan terganggu yang ditunjukan dengan perilaku-perilaku aneh (bizzare). Gangguan ini dijumpai rata-rata 1-2% dari jumlah seluruh penduduk di suatu wilayah pada setiap waktu dan terbanyak mulai timbul (onset) nya pada usia 15-35 tahun. Bila angkanya 1 dari 1.000 penduduk saja yang menderita gangguan tersebut, di Indonesia bisa mencapai 200-250 ribu orang penderita dari jumlah tersebut bila 10% nya memerlukan rawat inap di rumah sakit jiwa berarti dibutuhkan setidaknya 20-25 ribu tempat tidur (hospital bed) Rumah sakit jiwa yang ada saat ini hanya cukup merawat penderita gangguan jiwa tidak lebih dari 8.000 orang. Jadi perlu dilakukan upaya diantaranya porgram intervensi dan terapi yang implentasinya bukan di rumah sakit tetapi dilingkungan masyarakat (community based psyciatric services) penambahan jumlah rumah sakit jwa bukan lagi merupakan prioritas utama karena paradigma saat ini adalah pengembangan program kesehatan jiwa masyarakat (deinstitutionalization). Terlebih saat ini telah banyak ditemukan obat-obatan psikofarmaka yang efektif yang mampu mengendalikan gejala ganggun penderitanya. Artinya dengan pemberian obat yang tepat dan memadai penderita gangguan jiwa berat cukup berobat jalan.
Sebenarnya kondisi di banyak negara berkembang termasuk Indonesia lebih menguntungkan dibandingkan negara maju, karena dukungan keluarga (primary support groups) yang diperlukan dalam penggobatan gangguan jiwa berat ini lebih baik dibandingkan di negara maju. Stigma terhadap gangguan jiwa berat ini tidak hanya menimbulkan konsekuensi negatif terhadap penderitanya tetapi bagi juga anggota keluarga, meliputi sikap-sikap penolakan, penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi. Penderita gangguan jiwa mempunyai risiko tinggi terhadap pelanggaran hak asasi manusia.

KASUS BUNUH DIRI

Data WHO menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 800.000 orang di seluruh dunia melakukan tindakan bunuh diri setiap tahunnya. Laporan di India dan Sri Langka menunjukkan angka sebesar 11-37 per 100 ribu orang, mungkin di Indonesia angkanya tidak jauh dari itu. Menurut Dr. Benedetto Saraceno dari departemen kesehatan jiwa WHO, lebih dari 90% kasus bunuh diri berhubungan dengan masalah gangguan jiwa seperti depresi, psikotik dan akibat ketergantungan zat (Napza).

Yang mengkhawatirkan adalah dijumpainya pergeseran usia orang yang melakukan tindak bunuh diri. Kalau dahulu sangat jarang anak yang usianya kurang dari 12 tahun melakukan tindak bunuh diri, tetapi sekarang bunuh diri pada anak usia kurang dari 12 tahun semakin sering ditemukan. Ini menunjukkan kegagalan orang tua di rumah, guru di sekolah dan tokoh panutan di asyarakat membekali keterampilan hidup (life skill) untuk mengatasi tantangan maupun kesulitan hidupnya. Kasus bunuh diri sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius terutama bila dikaitkan dengan dampak kehidupan moderen. Oleh karena itu WHO memandang bunuh diri sebagai peyebab utama kematian dini yang dapat dicegah.

Kondisi lain yang perlu mendapat perhatian adalah altruistic suicide atau bunuh diri karena loyalitas berlebihan yang antara lain bentuk “bom bunuh diri”. Banyak ahli mengaitkan hal tersebut sebagi manifestasi dari akumulasi kekecewaan, perlakuan tidak adil atau tersisihkan. Mengatasi altruistic suicide tidak mudah dan memerlukan pendekatan multi disiplin antara berbagai pihak terkait seperti aspek kesehatan jiwa, pendekatan agama, penegakan hukum dan sosial.

KESIMPULAN

WHO memberikan panduan untuk mengurangi permasalahan kesehatan jiwa masyarakat termasuk kasus bunuh diri secara global, yang dimulai dengan membantu beberapa negara merumuskan rencana, kebijakan dan melakukan upaya legislasi seputar kesehatan jiwa yang koheran dan komprehensif. Oleh karena segala upaya baik perumusan kebijakan maupun program intervensi harus diintegrasikan dalam sistem kesehatan nasional. Meningkatkan taraf kesehatan jiwa masyarakat sekaligus mencegah gangguan jiwa memerlukan langkah intervensi yang efektif efisien pada pelayanan kesehatan dasar serta harus melibatkan peran serta masyarakat setempat. Tanpa peran serta masyarakat maka upaya peningkatan taraf kesehatan jiwa tidak akan mencapai hasil yang diinginkan. Mungkin saja perlu dijalin kerja sama dengan pesantren, baik dalam aktifitas promosi dan prevensi maupun terapi. Hal ini penting karena sampai saat ini pesantren masih merupakan institusi masyarakat yang sangat mengakar di Indonesia dan jumlahnya banyak tersebar di mana-mana.
Telah dikemukakan di atas berbagai permasalahan khususnya di bidang kesehatan jiwa. Mengantisipasi masa depan dengan pola penyakit utama adalah masalah penyakit degeneratif, serebro-kardio-vaskuler, kanker dan gangguan jiwa maka diharapkan kita semua mampu menjawab tantangan tersebut.

Penulis : Dr. Prianto Djatmiko, SpKJ

Disadur dari :

Jurnal Intelijen & Kontra Intelijen
Volume III, No. 16, April 2007
Diterbitkan oleh
CENTRE FOR THE STUDY OF INTELLIGENCE AND COUNTER INTELLIGENCE

selanjutnya...

MUTU LAYANAN KESEHATAN JIWA

· 1 komentar

F-PPP Berharap Mutu Layanan Kesehatan Jiwa Ditingkatkan kembali

Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) DPRD Kaltim, Abdul Hadi meminta pelayanan terhadap pasien penderita kesehatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Atma Husada Mahakam Samarinda, ditingkatkan kembali,“Pelayanan kesehatan jiwa memang harus terus ditingkatkan, apalagi di saat kultur dan pranata sosial di masyarakat saat ini mengalami degradasi sikologis dan mental,” kata Abdul Hadi sambil menambahkan bahwa tingginya tingkat stres dan gangguan jiwa masyarakat yang kini terjadi seolah-olah telah menjadi konsekwensi terhadap persaingan hidup matrealistis dan hedonis.

Oleh karena itu lanjutnya, pemerintah mulai sekarang harus sigap, bukan saja dalam mempersiapkan perangkat penunjang pelayanan pada RSJ, tapi juga sejauh mana pemerintah menciptakan kondisi secara cermat dan tenang. Tujuannya adalah, agar gesekan sikologis dan mental masyarakat yang cenderung abnormal dan irasional ini bisa teratasi meski dengan cara perlahan.
“Tingginya angka gangguan jiwa yang diderita masyarakat dewasa ini, seharusnya mampu menyadarkan pemerintah tentang betapa pentingnya upaya antisipasi dalam berbagai hal, baik aspek material maupun aspek spiritualnya pada semua lapisan masyarakat,” ujarnya.
Khusus terhadap pelayanan di RSJ Atma Husada Mahakam, pihaknya mengingatkan agar gambaran pelayanan, ketersediaan fasilitas, keringanan pembiyaan serta kesetaraan dalam optimalisasi kelas perawatan harus terus ditingkatkan, karena tugas pegawai RS adalah pelayanan terhadap masyarakat, maka semua hal yang terkait dengan pelayanan tersebut harus diutamakan.“Pelayanan kesehatan jiwa ini hendakya tidak membeda-bedakan antara yang kelas satu, kelas dua maupun yang kelas tiga, namun semua pelayanan terhadap pasien harus sama, justru harus lebih ditingkatan lagi, terutama untuk kelas yang dihuni oleh mereka yang berekonomi menengah ke bawah, yakni kelas tiga,” katanya.
(sumber: humas DPRD)


selanjutnya...

MARI MENGENAL HALUSINASI

Senin, 26 Januari 2009 · 0 komentar

Halusinasi adalah sensasi panca indra tanpa ada rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tak ada sesuatu rangsangan pada kelima indra tersebut (Izzudin, 2005). Kondisi ini juga dijelaskan Keliat dkk(2006) bahwa halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, yaitu merasakan sesuatu yang palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Halusinasi merupakan distorsi persepsi yang salah, yang terjadi karena respon neurobiologi. Klien mempunyai pengalaman aktual terhadap distorsi sensori terhadap apa yang sebenarnya terjadi (Stuart & Laraia, 2005).



Persepsi merupakan respon dari reseptor dari reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh stimulus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan untuk menilai realita dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensori penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan (Townsend, 2005).

Thomas (1991) menjelaskan bahwa halusinasi secara umum dapat ditemukan pada klien gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi, delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Selanjutnya menurut Trygstad,et all (2002) dalam Stuart and Laraia (2005), kira-kira 70% klien dengan halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, sisanya 10% adalah gustatori, tactil, olfactory, kinestetik atau cenestetic. Gejala terbanyak yang terjadi pada kasus psikotik adalah halusinasi pendengaran (99%).

Klien psikotik yang nalar (egonya) sudah runtuh, maka halusinasi tersebut dianggap real dan tak jarang ia bereaksi terhadap halusinasi dengar. Bila halusinasi berisi perintah untuk membunuh iapun akan melaksanakan pembunuhan. Hal ini memang banyak terjadi pada klien psikotik yang membunuh keluarganya sendiri. Sebaliknya halusinasi yang memerintah untuk bunuh diri tak jarang klien pun akan bunuh diri(Izzudin,2005)

(by:noviebsuryanto.270109)

selanjutnya...

Sosialisasi Forum

· 0 komentar

Pengembangan sebuah forum tentunya harus dibarengi dengan Sumber Daya Manusia yang kompeten dan memiliki kredibilitas serta komitmen yang kuat terhadap visi dan misi

yang telah disusun dalam AD/ART. Dalam rangka pengembangan forum ini, maka akan diadakan Forum Group Discussion yang akan membahas masalah strategi sosialisasi forum kepada masyarakat, program-program jangka pendek dan panjang dalam usaha meningkatkan kesehatan jiwa masyarakat. strategi global dalam pengembangan unit usaha forum ini.
Kegiatan ini akan dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal : Sabtu, 31 Januari 2009
Waktu : Pkl. 10.00 s/d selesai
Tempat : RS Atma Husada Mahakam Samarinda
Undangan dari acara ini adalah praktisi, akademisi dan petugas pelayanan kesehatan yang concern terhadap perkembangan kesehatan jiwa.
Kami berharap dengan adanya pertemuan ini, dapat menjadi momentum awal eksistensi FORUM MASYARAKAT PEDULI KESEHATAN JIWA dalam upaya peningkatan derajat kesehatan jiwa Indonesia. (By. Admin)

selanjutnya...

ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

Rabu, 14 Januari 2009 · 0 komentar

PENDAHULUAN

Kesehatan jiwa menurut Undang – Undang No. 23 Tahun 1992 pasal 24 ayat 1 adalah kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa sehat secara optimal
baik untuk intelektual maupun emosional, dan menurut pasal 24 ayat 2 adalah kesehatan jiwa meliputi pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa, pencegahan dan penanggulangan. Masalah psikososial dan gangguan jiwa, penyembuhan dan pemeliharaan penderita gangguan jiwa dan didalamnya Undang – Undang kesehatan No. 3 tahun 1966 mendefinisikan sehat jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik intelektual dan emosional yang optimal dan seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
Ketidak mampuan individu untuk beradaptasi terhadap lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan jiwa. Satu diantaranya adalah isolasi sosial : Menarik diri, supaya dapat mewujudkan jiwa yang sehat, maka perlu adanya peningkatan jiwa melalui pendekatan secara promotif, preventif dan rehabilitatif agar individu dapat senantiasa mempertahankan kelangsungan hidup terhadap perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya maupun pada lingkungannya.
PENGERTIAN
Hubungan Sosial
Hubungan sosial adalah hubungan untuk menjalin kerjasama dan ketergantungan dengan orang lain (Stuart and Sundeen, 1998).
Kerusakkan Interaksi Sosial
Kerusakkan interaksi sosial adalah suatu kerusakkan interpersonal yang terjadi akibat kepribadiuan yang tidak flesibel yang menimbulkan perilaku maladaptif yang mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan sosial (Depkes RI, 2002 :114).
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Mary C. Rownsendl, 1998 : 152).
Menarik diri adalah suatu sikap dimana individu menghindari dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain (RSJ, 1996).

RENTANG RESPON SOSIAL

Manusia sebagai makhluk sosial adalah memenuhi kebutuhan sehari – hari, tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa ada hubungan dengan lingkungan sosialnya. Hubungan dengan orang lain dan lingkungan sosialnya menimbulkan respon – respon sosial pada individu.
Rentang respon sosial individu berada dalam rentang adaptif sampai dengan maladaptif.

Respon Adaptif
Yaitu respon individu dalam penyesuaian masalah yang dapat diterima oleh norma – norma sosial dan kebudayaan, meliputi :
a. Solitude (Menyendiri)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yng telah dilakukan di lingkungan sosialnya, dan merupakan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah – langkah selanjutnya.
b. Autonomy (Kebebasan)
Respon individu untuk menentukan dan menyampaikan ide – ide pikirandan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Mutuality
Respon individu dalam berhubungan interpersonal dimana individu saling memberi dan menerima.
d. Interdependence (Saling Ketergantungan)
Respon individu dimana terdapat saling ketergantungan dalam melakukan hubungan interpersonal.
Respon Antara Adaptif dan Maladaptif
a. Aloness (Kesepian)
Dimana individu mulai merasakan kesepian, terkucilkan dan tersisihkan dari lingkungan.
b. Manipulation (Manipulasi)
Hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan bukan pada orang lain.
c. Dependence (Ketergantungan)
Individu mulai tergantung kepada individu yang lain dan mulai tidak memperhatikan kemampuan yang dimilikinya.
Respon Maladaptif
Yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang dari norma – norma sosial dan budaya lingkungannya.
a. Loneliness (Kesepian)
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain atau tanpa bersama orang lain untuk mencari ketenangan waktu sementara.
b. Exploitation (Pemerasan)
Gangguan yang terjadi dimana seseorang selalu mementingkan keinginannya tanpa memperhatikan orang lain untuk mencari ketenangan pribadi.
c. Withdrawl (Menarik Diri)
Gangguan yang terjadi dimana seseorang menentukan kesulitan dalam membina hubungan saling terbuka dengan orang lain, dimana individu sengaja menghindari hubungan interpersonal ataupun dengan lingkungannya.
d. Paranoid (Curiga)
Gangguan yang terjadi apabila seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya pada orang lain.

ETIOLOGI

Terjadinya menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan stressor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi dan stressor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadi perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada diri orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri dan kegiatan sendiri terabaikan.

TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala menarik diri adalah menarik diri, tidak ada perhatian, tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain, berat badan menurun atau meningkat secara drastis, kemunduran kesehatan fisik, tidur berlebihan, tinggal ditempat tidur dalam waktu yang lama, banyak tidur siang, kurang bergairah, tidak memperdulikan lingkungan, kegiatan menurun, immobilisasi, mondar – mandir, melakukan gerakan secara berulang dan keinginan seksual menurun. (Depkes, 1996)

DAMPAK MENARIK DIRI TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

Dibawah ini akan dijelaskan mengenai dampak gangguan interaksi sosial menarik diri terhadap kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow.
Kebutuhan Fisiologis
Klien dengan interaksi sosial menarik diri kurang memperhatikan diri dan lingkungannya sehingga motivasi untuk makan sendiri tidak ada. Klien kurang memperhatikan kebutuhan istirahat dan tidur, karena asyik dengan pikirannya sendiri sehingga tidak ada minat untuk mengurus diri dan keberhasilannya.
Kebutuhan Rasa Aman
Klien dengan gangguan interaksi menarik diri cenderung merasa cemas, gelisah, takut dan bingung sehingga akan menimbulkan rasa tidak aman bagi klien.
Kebutuhan Mencintai dan Dicintai
Klien dengan gangguan interaksi sosial menarik diri cenderung memisahkan diri dari orang lain.
Kebutuhan Harga Diri
Klien dengan gangguan interaksi sosial menarik diri akan mengalami perasaan yang tidak berarti dan tidak berguna. Klien akan mengkritik diri sendiri, menurunkan dan mengurangi martabat diri sendiri sehingga klien terganggu.
Kebutuhan Aktualisasi Diri
Klien dengan gangguan interaksi sosial menarik diri akan merasa tidak percaya diri, merasa dirinya tidak pantas menerima pengakuan dan penghargaan dari orang lain dan klien akan merasa rendah diri untuk meminta pengakuan dari orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Manjoer, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jiwa. Jakarta.
Departemen Kesehatan Jiwa RI. 2002. Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan di Indonesia III. Jakarta.
Dorland. 1998. kamus Saku Kedokteran. EGC : Jakarta.
Harold I Kaplan MD., Benjamin J., Sadock MD.,jack A. Grebb MD. 1994. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Jilid Satu dan Dua.
Keliat, Budi Anna, dkk. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Keperawatan Jiwa. 2000. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Maramis, W.F. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Universitas Airlangga.
Standar Asuhan Keperawatan Jiwa dan Kesehatan Jiwa. 2000. Rumah Sakit Jiwa Bandung.
Stuart G. Wand Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing.
Towsend Mary C. 1998. Diagnosa keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri Edisi 3. Alih Bahasa Novi Elena C. Daulima. Jakarta : EGC.

selanjutnya...

Kenali dan Atasi Stress Anda

· 0 komentar

Stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang tampak berbahaya atau sulit.
Stress membuat tubuh untuk memproduksi hormone adrenaline yang berfungsi untuk mempertahankan diri. Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia.

Stress yang ringan berguna dan dapat memacu seseorang untuk berpikir dan berusaha lebih berpikir dan berusaha lebih cepat dan keras sehingga dapat menjawab tantangan hidup sehari-hari.
Stress ringan bisa merangsang dan memberikan rasa lebih bergairah dalam kehidupan yang biasanya membosankan dan rutin. Tetapi stress yang terlalu banyak dan berkelanjutan, bila tidak ditanggulangi, akan berbahaya bagi kesehatan.

Lalu bagaimana gejala stress yang biasa di alami...???
Gejala-gejala stress yang bisa dan biasa di alami adalah
  • Menjadi mudah tersinggung dan marah terhadap teman, keluarga dan kolega.
  • Bertindak secara agresif dan defensif
  • Merasa selalu lelah.
  • Sukar konsentrasi atau menjadi pelupa.
  • Palpitasi atau jantung berdebar-debar.
  • Otot-otot tegang.
  • Sakit kepala, perut dan diare.
Stress tidak bisa datang begitu saja tanpa pemicu atau penyebab, berikut adalah hal-hal yang bisa menyebabkan stress
  • Kejadian hidup sehari-hari baik gembira dan sedih seperti:
- Menikah/mempunyai anak.
- Mulai tempat kerja baru/pindah rumah/emigrasi.
- Kehilangan orang yang dicintai baik karena meninggal atau cerai.
- Masalah hubungan pribadi.
  • Pelajaran sekolah maupun pekerjaan yang membutuhkan jadwal waktu yang ketat, dan atau bekerja dengan atasan yang keras dan kurang pengertian.
  • Tidak sehat.
  • Lingkungan seperti terlalu ramai, terlalu banyak orang atau terlalu panas dalam rumah atau tempat kerja.
  • Masalah keuangan seperti hutang dan pengeluaran di luar kemampuan.
  • Kurang percaya diri, pemalu
  • Terlalu ambisi dan bercita-cita terlalu tinggi.
  • Perasaan negatif seperti rasa bersalah dan tidak tahu cara pemecahannya, frustasi.
  • Tidak dapat bergaul, kurang dukungan kawan.
  • Membuat keputusan masalah yang bisa merubah jalan hidupnya atau dipaksa untuk merubah nilai-nilai/prinsip hidup pribadi.
Stress memberikan suatu reaksi pada tubuh seiring dengan semakin meningkatnya stress yang di alami, reaksi yang timbul antara lain:
  • Tekanan darah tinggi dan serangan jantung.
  • Sakit mental, hysteria.
  • Gangguan makan seperti hilang nafsu makan atau terlalu banyak makan.
  • Tidak bisa tidur (insomnia).
  • Migren/kepala pusing.
  • Sakit maag.
  • Serangan asma yang tambah berat.
  • Ruam kulit.

Bagaimana mencegah stress ?

  • Lihat/ukur kemampuan sendiri. Belajar untuk menerima apa adanya dan mencintai diri sendiri.
  • Temukan penyebab perasaan negatif dan belajar untuk menanggulanginya. Jangan memperberat masalah dan coba untuk sekali-kali mengalah terhadap orang lain meskipun mungkin anda di pihak yang benar.
  • Rencanakan perubahan-perubahan besar dalam kehidupan anda dalam jangka lama dan beri waktu secukupnya bagi diri anda untuk menyesuaikan dari perubahan satu ke yang lainnya.
  • Rencanakan waktu anda dengan baik. Buat daftar yang harus dikerjakan sesuai prioritas.
  • Buat keputusan dengan hati-hati. Pertimbangkan dengan masak-masak segi baik atau buruk sebelum memutuskan sesuatu.
  • Biarkan orang lain ikut memikirkan masalah anda. Ceritakan kepada pasangan hidup, teman, supervisor atau pemimpin agama. Mereka mungkin bisa membantu meletakkan masalah anda sesuai dengan proporsinya dan menawarkan cara-cara pemecahan yang berguna.
  • Bangun suatu sistim pendorong yang baik dengan cara banyak berteman dan mempunyai keluarga yang bahagia. Mereka akan selalu bersama anda dalam setiap kesulitan.Jaga kesehatan, makan dengan baik, tidur cukup dan latihan olahraga secara teratur.
  • Rencanakan waktu untuk rekreasi.
  • Tehnik relaksasi seperti napas dalam, meditasi atau pijatan mungkin bisa membantu menghilangkan stress.
  • Beri diri anda kesempatan untuk beristirahat biarpun hanya untuk beberapa saat setiap hari. Tentukan tujuan yang realistis bagi diri anda sendiri
  • Jangan mempermasalahkan hal-hal yang sepele
  • Cobalah untuk memprioritaskan beberpa hal yang benar-benar penting dan biarkan yang lainnya mengikuti.
  • Jangan membebani diri anda secara berlebihan dengan mengeluh mengenai seluruh beban kerja anda. Tangani setiap tugas sebagaimana mestinya, atau tangani secara selektif dengan memperhatikan beberapa prioritas.
  • Hindari stress Dengan kegiatan-kegiatan fisik, misalnya jogging, tennis ataupun berkebun.
SEMOGA BERMANFAAT

selanjutnya...

CEGUKAN..."..HIk..HIk.."

· 0 komentar

Tahukah anda...???

Cegukan.... tentunya anda pernah mengalaminya dan perasaan tidak enak pasti menyelimuti diri anda dibarengi dengan mual dan rasa ingin muntah. apalagi saat kita berbicara dengan teman atau orang lain tambahan suara "...hiik..hikk" menyela disetiap kata yang keluar dari mulut kita.
Berikut penjelasan tentang 'CEGUKAN" :

Cegukan terlihat sepele, namun bila sudah berlangsung lama, menunjukkan ada sesuatu yang tidak beres dalam tubuh. Karena tidak hanya menyangkut tenggorakan, tapi juga organ-organ lain. Termasuk di dalamnya otot-otot diagfragma, katup di tenggorokan, dan susunan saraf pusat (otak). Serta saraf tepi.
Cegukan, dalam bahasa medisnya disebut Hiccup, disebabkan oleh kontraksi sekat rongga tubuh, atau kerap disebut diagfragma, yang terjadi secara mendadak.
Kontraksi ini menimbulkan tarikan napas yang diakhiri secara refleks oleh tertutupnya lubang di antara kedua pita suara. Tarikan napas akibat tertutupnya lubang tersebut menimbulkan suara khas waktu cegukan. Kejadian ini dapat timbul satu kali, dapat pula berupa rangkaian yang tak dapat dikendalikan.
sedangkan nama lainnya, yaitu ‘singultus’ berasal dari bahasa latin singult yang berarti menarik nafas saat seseorang sedang terisak-isak.

Normalnya, saat kita menarik napas, otot-otot diafragma akan turun, dan saat itu pula katup tenggorokan membuka, sehingga udara yang menekan ke atas tidak akan berbunyi. Akan tetapi, pada cegukan, saat menarik napas, terjadi kontraksi atau bahasa awamnya kram pada otot diafragma dan otot-otot antara tulang iga.
Akibatnya, keduanya akan naik. Pada saat bersamaan, epiglotis (katup/klep di tenggorokan) pun tertutup, sehingga udara dari diagfragma yang naik ke atas akan menekan klep ini. Akibatnya, terjadilah cegukan.

Tertutupnya katup atau epiglotis ini terjadi karena adanya gangguan di lengkung refleks, yaitu pada susunan saraf pusat dan saraf tepi. Kedua saraf ini mengatur jalur pernafasan dalam tubuh manusia agar berjalan lancar. Tertutupnya klep ini bukan merupakan kelainan susunan saraf pusat atau saraf tepi, namun merupakan respon dari keduanya yang terganggu.

Oleh karena saraf tepi berukuran panjang dan berhubungan dengan organ-organ didalam tubuh, maka terkadang aktivitasnya terganggu oleh penyakit yang serius.
Sehingga, cegukan dapat pula menjadi gejala adanya radang di perut, penyakit di ginjal, masalah hati atau tumbuhnya tumor di leher yang mengganggu saraf, yang kemudian mengirim respon sehingga muncullah cegukan.

Pada dasarnya, cegukan itu ada 2 jenis.
Jenis pertama disebut dengan cegukan
ringan dan hanya berlangsung 1-2 jam, kemudian hilang sendiri. Penyebabnya paling sering karena
  • Adanya regangan di lambung
  • Perubahan cuaca yang mendadak, dari panas ke dingin atau sebaliknya
  • Memakan makanan yang terlalu panas atau dingin
  • Minum alkohol, merokok atau mengalami stres.
Sedangkan jenis kedua, adalah cegukan permanen. Cegukan ini terjadi terus menerus, tak hanya berhari-hari atau berbulan-bulan, tapi juga bertahun-tahun. Cegukan jenis ini merupakan tanda atau gejala dari
  • Adanya gangguan di otak seperti gejala tumor di batang otak
  • Gejala stroke, pada penderita stroke sering timbul cegukan
  • Adanya infeksi di susunan saraf pusat
  • Adanya herpes di dada sehingga mengganggu saraf tepi.
Di samping itu juga karena gangguan metabolik seperti pada penderita diabetes dan hipertensi. Atau penderita kelainan ginjal, karena urenia. Juga karena gangguan elektrolit (kurang kalium), termasuk pengaruh obat-obatan seperti steroid atau obat tidur.

Untuk mengatasi cegukan sementara waktu bisa dilakukan dengan cara:

  • Meminum air hangat
  • Kadar karbon dioksida yang tinggi dalam darah dapat melumpuhkan cegukan. Caranya, adalah dengan bernapas dalam sebuah kantong kertas. Tiup dan hirup sebanyak 10 kali dengan cukup kuat sampai wajah memerah. Lakukan dengan cepat, dan usahakan kantong kertas tertutup rapat sehingga tidak ada udara yang masuk ke dalamnya…jadi udara yang dihirup adalah udara yang banyak karbondioksidanya.
  • Tehnik lain meningkatkan kadar karbondioksida adalah dengan menahan napas selama mungkin, lalu menelan ketika cegukan dirasakan akan datang. Lakukan sebanyak 2-3 kali kemudian tarik napas dalam dan mulai lagi.
  • Ada pula yang menyarankan menahan napas selama mungkin kemudian keluarkan dan tahan selama mungkin. Atau dengan menahan napas dengan kepala tengadah.
  • CARA PALING CEPAT DAN EFEKTIF Menelan satu sendok teh gula pasir kering dapat menghentikan cegukan dalam beberapa menit. Diduga, gula dalam mulut akan mengirimkan sinyal melalui serabut saraf yang akan mengganggu lengkung refleks cegukan.
  • Minum air dalam posisi membungkuk, melakukan pijatan ringan dengan jari telunjuk pada kedua sisi leher, tarik napas dalam lalu minum 10 tegukan air saat tidak bernapas, membungkuk sampai jari tangan dapat menyentuh ibu jari kaki selama 60 menit serta masih banyak lagi tehnik yang dapat dilakukan untuk menghilangkan cegukan.
Bila cegukan tak hilang juga dalam beberapa jam atau bahkan hari, maka pertolongan medis seperti penggunaan obat-obatan sudah diperlukan. Beberapa obat yang dapat digunakan untuk menghilangkan cegukan diantaranya adalah chlorpromazin, metoclopramid, baclofen, antikonvulsan (fenitoin, asam valproat, carbamazepin) juga obat lain seperti quinidine, amitriptilin dan marijuana. Tentunya penggunaan obat-obatan ini harus dengan petunjuk dokter, sebab obat-obatan tersebut juga memiliki efek samping yang perlu diwaspadai.

Bila dengan obat-obatan cegukan tetap bertahan juga, dapat pula dicoba terapi hipnotis dan akupuntur. Lebih jauh lagi…anestesi dengan ventilasi tekanan positif dan pelumpuh otot dilaporkan dapat menghentikan cegukan. Nah, akhirnya… sebagai senjata terakhir yang dapat dilakukan…… tindakan pembedahan menghancurkan atau memblok nervus frenikus juga telah dilakukan pada beberapa kasus cegukan yang tidak teratasi dengan berbagai cara…..

SEMOGA BERMANFAAT

selanjutnya...

KESEHATAN JIWA REMAJA

· 0 komentar

Penyalahgunaan narkotika, zat adiktif (napza), termasuk alkohol, opium, obat dengan resep, psikotomimetiks, kokain, dan mariyuana. Masalah serius dan yang terus berkembang dalam penyalahgunaan zat adalah peningkatan penggunaan lebih dari satu jenis zat secara serentak atau berurutan. Penyalahgunaan zat terlarang di Indonesia, menjadi perhatian bagi seluruh elemen yang ada di Negara ini. Golongan yang menjadi pengguna napza terbesar di Indonesia adalah remaja.


Usia remaja adalah usia yang rentan terhadap napza. Dari sekitar 2 juta orang pengguna napza di Indonesia, mayoritas pengguna berumur 20-25 tahun. Sembilan puluh persen pengguna adalah pria. Usia pertama kali menggunakan napza rata-rata 19 tahun. Demikian data yang diungkap oleh Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) cabang DKI Jaya (Human Health, 2002).

Bahkan Hasil survei LSM pemantau masalah narkoba di Sulawesi Tengah (Sulteng), Nilava Lingkar Studi (NLS), menyebutkan 15% pelajar sekolah menengah umum (SMU) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kota Palu mengkonsumsi narkoba jenis pil koplo, ganja, dan sabu. 57% diantaranya mengaku perokok aktif, 17,5% perokok pasif dan pernah mengonsumsi minuman keras. ”Hanya 12% pelajar terbebas dari semua itu” (Media Indonesia, 2003).

Penyalahgunaan zat merujuk pada penggunaan obat secara terus menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan suatu kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Sedangkan istilah adiktif umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat.

Penyebab dari munculnya masalah tersebut sangatlah multifaktorial, menurut beberapa sumber faktor tersebut diantaranya adalah faktor keluarga, faktor kepribadian, faktor teman sebaya, faktor lingkungan sekolah dan faktor kesempatan.

Berdasarkan hasil penelitian tim UNIKA Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota keluarganya (terutama remaja) terlibat penyalahgunaan napza. Keluarga yang dimaksud adalah keluarga yang memiliki riwayat ketergantungan napza, keluarga dengan aturan yang tidak konsisten (misalnya, ayah bilang ya, tetapi ibu bilang tidak), dan keluarga yang sering konflik baik antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara. Selain itu juga keluarga dengan orang tua yang otoriter atau keluarga yang tidak pernah memberikan kesempatan pada anak untuk berdialog. Demikian juga keluarga yang selalu menuntut kesempurnaan dan keluarga yang selalu diliputi kecemasan.

Pecandu napza biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif agresif dan cenderung depresi. Remaja yang menyalahgunakan napza umumnya tidak mandiri dan menganggap segala sesuatunya harus diperoleh dari lingkungan.

Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan dalam kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seusia untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Bila seorang remaja tidak bisa berinteraksi dengan kelompok teman yang lebih popular atau yang berprestasi (misalnya dalam bidang olah raga dan akademik), hal tersebut dapat menyebabkan frustrasi sehingga ia mencari kelompok lain yang dapat menerimanya.

Lingkungan sekolah turut mendorong terjadinya penyalahgunaan napza. Sekolah yang kurang berdisiplin dan tidak tertib, sering tidak ada pelajaran pada waktu jam sekolah, pelajaran yang diberikan secara membosankan guru yang kurang pandai mengajar dan kurang mampu berkomunikasi dengan siswa, serta sekolah tidak mempunyai fasilitas untuk menyalurkan kreatifitas siswa, merupakan ciri-ciri sekolah yang berisiko tinggi terhadap adanya penyalahgunaan napza pada murid-muridnya.

Saat ini kesempatan untuk mendapatkan napza relatif mudah, bahkan sekolah-sekolah termasuk sampai SD. Lingkungan masyarakat yang masih bersikap tak acuh seolah membiarkan penyalahgunaan napza. Faktor lainnya adalah lemahnya penegakan hukum di Indonesia.

Hal-hal diatas, memberikan isyarat tersendiri bagi kita sebagai anggota masyarakat yang peduli, sekaligus berperan sebagai seorang perawat untuk melakukan suatu tindakan yang bermakna. Bila melihat faktor penyebab yang sangat muldimensional seperti penjelasan diatas, maka perawat perlu melakukan suatu program kerjasama lintas sektoral untuk melakukan tindakan yang paripurna dalam menanggulangi masalah napza.

Tentunya tujuan dari tindakan kita difokuskan pada peningkatan kesehatan, pencegahan, perawatan dan rehabiltasi. Pada tindakan peningkatan kesehatan dan pencegahan tujuanya adalah untuk meminimalkan angka kejadian napza. Sedangkan pada tindakan perawatan dan rehabilitasi lebih ditekankan pada kemampuan perawat saat menghadapi kasus-kasus napza. Hal ini lebih diarahkan pada pemberian asuhan keperawatan terhadap pecandu napza baik yang berada di rumah sakit atau dilingkungan komunitas.

(noviebsuryanto.08012009

selanjutnya...

PROSES KEPERAWATAN JIWA

· 0 komentar

Proses keperawatan jiwa merupakan suatu metode ilmiah yang dipergunakan perawat untuk menyelesaikan masalah klien. Penggunaan diri secara terapeutik pada saat memberikan asuhan keperawatan akan sangat mempengaruhi kualitas hubungan antara perawat dan klien. Perawat dalam hal ini, harus menghadirkan diri secara total untuk klien pada saat melakukan hubungan secara interpersonal.


Landasan secara ilmiah yang dapat diadopsi oleh perawat dalam melakukan hubungan interpersonal, adalah model konseptual Peplau yang dikenal sebagai model proses interpersonal. Peplau mendefinisikan aktivitas keperawatan merupakan suatu proses konseptualisasi yang diarahkan pada klien untuk lebih produktif sebagai suatu bentuk fungsi interpersonal; hal inilah yang menjadi orientasi tujuan proses antara perawat dan pasien.
Travelbee (1971) menggambarkan suatu instrumen untuk melahirkan suatu proses interpersonal dalam keperawatan “as the therapeutic use of self” yang didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk mempergunakan diri sendiri secara sadar dan dengan penuh kesadaran dalam upaya untuk membangun hubungan dan menyusun intervensi keperawatan ( Townsend, 2005).
Dalam hal ini perawat harus mengerti lebih dahulu mengenai dirinya sendiri sebelum dia mampu mengerti mengenai diri orang lain (klien). Proses pengembangan kemampuan untuk mengerti mengenai nilai-nilai diri sendiri, keyakinan, pemikiran, perasaan, sikap, motivasi, persangkaan, kekuatan, dan keterbatasan serta bagaimana pikiran dan perilaku berakibat terhadap orang lain, inilah yang disebut dengan kesadaran diri (Videbeck, 2001).
Hal tersebut memiliki makna bahwa semua komponen diri yang dapat ditampilkan haruslah sesuai. Kesesuaian tersebut dalam bentuk perilaku secara non verbal dan dalam bentuk perkataan secara verbal. Kejujuran perawat dalam hal ini sangat diperlukan karena merupakan komponen dari penilaian terhadap hubungan terapeutik yang dijalankan. Penguasaan kemampuan hubungan secara terapeutik menjadi komoditas yang sangat penting bagi seorang perawat. Hubungan secara terapeutik tersebut dibangun dengan tujuan untuk membantu klien.
Wujud dari penggunaan diri secara terapeutik dimulai dengan langkah adanya komunikasi yang juga secara terapeutik. Tehnik komunikasi terapeutik wajib dijalankan selama proses interaksi berlangsung antara perawat dan klien. Hal ini juga didasari oleh konsep yang telah berkembang dalam keperawatan jiwa bahwa diri kita adalah suatu alat sehingga perlu dipertahankan kondisinya supaya tetap terapeutik saat dipergunakan.
(noviebsuryanto.12012009)

selanjutnya...

Mandi, Bikin Segar dan Sehat!

· 0 komentar

Nasehat untuk anda yang takut air dan jarang mandi

Menurut penelitian terbaru mandi ternyata tidak hanya baik untuk membersihkan tubuh dari kotoran dan menjauhkan stress, tapi mandi juga memiliki peranan penting meningkatkan sistem kekebalan, membantu kulit terhindar dari penyakit seperti eksema dan bahkan menyembuhkan masalah medis serius.


Sebuah studi yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine menunjukkan penderita diabetes yang menghabiskan hanya setengah jam berendam dalam bak air hangat dapat menurunkan tingkat gula darah sekitar 13 persen.
Penelitian terpisah di Jepang menunjukkan 10 menit berendam dalam air hangat dapat memperbaiki kesehatan jantung baik pria maupun wanita, membantu mereka menjalani test olahraga lebih baik dan mengurangi rasa sakit.
Apa manfaat mandi dan berapa lama anda sebaiknya mandi? Berikut beberapa petunjuk mandi asyik dan menyehatkan:
Mengeluarkan racun
Mandi air hangat sekitar 32-35 derajat Celsius membuka pori-pori yang dapat membantu mengeluarkan toksin. Mandi air hangat juga dapat membantu menurunkan tingkat gula darah, menyembuhkan sakit otot dan membantu menjaga usus besar bekerja dengan baik. Waktu yang dianjurkan selama 10-20 menit.
Stress
Jika anda benar-benar mengalami stress, mandi air dingin akan menjadi jawaban yang tepat. Temperatur yang dianjurkan sekitar 12-18 derajat Celsius. Mandi air dingin sangat baik meredakan ketegangan, sebaliknya dari air hangat karena mandi air dingin dapat mempersempit darah dan meningkatkan tingkat gula darah.
Eksema
Penyakit kulit tertentu seperti eksema, ruam atau gatal-gatal dengan menambahkan baking soda (sodium bicarbonate) ke dalam bak mandi dapat membuat perbedaan besar. Sodium bicarbonate bertindak sebagai antiseptik. Isi air dengan air hangat kuku, tambahkan kira-kira satu pound baking soda dan aduk sampai rata. Dianjurkan berendam selama 10-20 menit.
Infeksi
Infeksi yeast seperti sariawan dapat dibantu dengan menambahkan tiga atau empat cuka dari sari buah apel ke dalam bak mandi. Ini juga baik untuk mengeluarkan racun dari dalam tubuh karena cuka dapat menyeimbangkan kembali asam. Tambahkan pada air hangat dan berendam selama 15-20 menit.
Flu dan Sakit Kepala
Merendam kaki dalam air hangat dapat membantu menyembuhkan flu dan sakit kepala dan juga menyegarkan kembali kaki yang lelah. Masukan air hangat secukupnya dalam bak sampai menutupi kaki dan pergelangan kaki tambahkan beberapa tetes minyak seperti lavender, peppermint atau lemon. Setelah selesai basuh dengan air dingin. Lakukan selama 10-20 menit.
Insomnia
Merendam kaki dalam air dingin sangat baik bagi anda yang memiliki masalah insomnia atau mereka yang memiliki masalah tidur. Masukan kaki sampai kaki merasa dingin. Pengobatan ini juga berguna bagi kaki lelah, pendarahan hidung, flu dan sembelit.
Sirkulasi
Cobalah merendam kaki secara bergantian antara air hangat dan air dingin jika anda mengalami masalah sirkulasi. Mulai dengan merendam kaki selama satu atau dua menit dalam air hangat, kemudian 30 menit dalam air dingin. Cobalah lakukan selama 15 menit kemudian diselesaikan dengan air dingin. (www.kapanlagi.com)

selanjutnya...

PERAN PERAWAT JIWA DALAM MENJADIKAN KESEHATAN JIWA SEBAGAI PRIORITAS GLOBAL DAN NASIONAL : MENINGKATKAN PELAYANAN KESEHATAN JIWA MELALUI ADVOKASI DAN

Selasa, 13 Januari 2009 · 0 komentar

(making mental health a global priority: scaling up services through citizen advocacy and action)

Oleh. Dr. Budi Anna Keliat, SKp, MAppSc


PENDAHULUAAN

Pelayanan keperawatan jiwa selama ini berfokus pada pelayanan di rumah sakit yang ditandai oleh banyaknya rumah sakit jiwa diseluruh Indonesia. Sehingga pelayanan kesehatan jiwa selama ini adalah hospital based. Berdasarkan informasi yang ada sebagian besar rumah sakit jiwa menggunakan pelayanan custodial care, dengan kualitas pelayanan dibawah standar. Kualitas pelayanan kesehatan jiwa termasuk memperhatikan hak orang atas pemenuhan, perlindungan, dan penghargaan atas martabat.



Menurut WHO (2003), strategi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan jiwa dapat delakukan dengan cara menetapkan kebijakan tentang kualitas, menetapkan standar pelayanan, mengimplementasikan standar, kemudian dilakukan akreditasi, selanjutnya dilaksanakan monitoring untuk mengukur keberhasilannya (figure 1). Jika berhasil meningkatkan kualitas, maka diintegrasikan ke dalam system pelayanan. Misalnya, model praktek keperawatan professional (MPKP) disusun standar, kemudian diakreditasi, lalu dilakukan monitoring, jika menurunkan lama rawat pasien, maka dapat dianggap sebagai cara meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan jiwa di rumah sakit jiwa, sehingga dapat diintegrasikan dalam system pelayanan kesehatan jiwa.

Pelayanan berbasis rumah sakit, menggambarkan pelayanan bersifat pasif, yaitu menunggu masyarakat yang datang ke rumah sakit. Melalui beberapa penelitian diketahui, bahwa pasien yang datang ke rumah sakit bukan kasus yang baru tetapi kasus yang telah mencari pertolongan ke berbagai pengobatan diluar kesehatan. Selain itu, pelayanan berbasis rumahsakit tidak dapat mencapai masyarakat yang sehat dan yang risiko, sehingga mereka menjadi rentan menjadi gangguan jiwa. Pelayanan berbasis masyarakat (community based) dapat mencapai masyarakat yang sehat agar tetap sehat melalui program promosi dan prevensi, masyarakat yang risiko dapat dicegah agar tidak menjadi gangguan bahkan dapat dipulihkan menjadi sehat melalui program pencegahan. Menurut WHO (2008) 76-85% kasus gangguan jiwa yang serius tidak mendapatkan pengobatan pada tahun pertama (treatment gap), sehingga dengan cara mendekatkan pelayanan ke tempat tinggal masyarakat pengobatan segera dapat dilakukan, sehingga kemungkinan sembuh dan produktif kembali dapat dicapai.














Pendekatan medikal pada system kesehatan jiwa perlu segera diganti dengan model integrasi dari tingkat pusat sampai desa. Lintas sektor di seluruh departemen sampai lintas sektor di desa antara seluruh unit pelayanan departemen di desa. Dengan cara ini seluruh komponen bangsa dapat menyadari kesehatan jiwa dan selanjutnya menggunakan kesehatan jiwa sebagai perilaku sehari-hari. Kesehatan jiwa bukan hanya tanggung jawab departemen kesehatan tetapi tanggung jawab seluruh masyarakat yang artinya dimana ada manusia disana ada program kesehatan jiwa, agar semua masyarakat menjadi produktif dan berguna.

Pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas merupakan strategi yang terbaik untuk mencapai seluruh masyarakat untuk dapat mempertahankan yang sehat jiwa tetap sehat, yang risiko menjadi sehat, serta yang gangguan menjadi sembuh dan produktif melalui program “recovery of a good quality of life”. Dengan pemberdayaan masyarakat di desa memungkinkan kesehatan jiwa mencapai seluruh masyarakat.

Kesehatan jiwa adalah:status kesehatan dimana individu sadar akan kemampuannya, dapat mengatasi stres hidup sehari-hari, dapat bekerja produktif dan bermanfaat, dan dapat memberi kontribusi pada komunitasnya (mental health is a state of well being-ability in which the individual realizes his or her ability, can cope with a normal stresses of life, can work productively and fruitfully, and is able to make a contribution to his or her community ). Investasi kesehatan jiwa pada anak-anak merupakan strategi utama mewujudkan masa depan bangsa yang tangguh, produktif dan bermanfaat.

FAKTOR-FAKTOR YANG DIPERLUKAN PADA: making mental health a priority

Beberapa faktor yang perlu dipenuhi agar kesehatan jiwa menjadi prioritas adalah (WHO, 2008):

1. Policy and legislation
Kebijakan dan legislasi diperlukan sebagai dasar dan payung pelaksanaan dan perubahan sistem kesehatan jiwa. Hal ini diperlukan agar masyarakat (sehat jiwa, risiko gangguan jiwa, gangguan jiwa) mendapat perlindungan hak-hak mereka sebagai anggota masyarakat mendapatkan pelayanana kesehatan jiwa. Sepertiga negara di dunia, setengah negara berkembang dan 93% negara maju telah memiliki kebijakan dan legislasi kesehatan jiwa. Indonesia belum mempunyai, hanya terintegrasi di UU Kes No 23, 1992.

2. Mental health service
Negara maju mengutamakan pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat. Di dunia hampir dua pertiga memiliki minimal satu pelayanan kesehatan jiwa komunitas. Di asia tenggara hanya 50% negara yang memiliki pelayanan keswa berbasis masyarakat. Di Indonesia telah memulai pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat dan telah dideklarasikan pada pertemuan nasional kesehatan jiwa 2008.


3. Community resources
Sumber daya masyarakat merupakan aspek yang vital untuk melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa masyarakat. Beberapa sumber daya yang dapat dikembangkan di masyarakat adalah lembaga swadaya masyarakat (minimun 88 % negara telah mempunyai satu NGO terkait keswa), assosiasi keluarga dan pasien (hanya 46% negara miskin, 88% negara berkembang, 100% negara maju telah memiliki assosiasi kel dan pasien), pengobat tradisional (Batra), rehabilitasi psikososial. Sangat jarang keluarga dan pasien terlibat dalam mengambil keputusan tentang perawatan mereka. Di Indonesia telah memulai mengembangkan assosiasi pasien dan keluarga, melatih tokoh masyarakat sebagai kader kesehatan jiwa dan memberdayakan desa sebagai desa peduli sehat jiwa yang dicanangkan menteri kesehatan pada hari kesehatan jiwa sedunia 2008.

4. Human resources
Tenaga kesehatan jiwa di negara miskin terdiri dari perawat jiwa (0.16/100.000 penduduk) dan psikiater (0.05/100.000 penduduk). Di dunia dapat dilihat pada figure 2 (WHO 2008)





Di negara yang telah berkembang, melatih tenaga pelayanan primer tentang kesehatan jiwa sehingga sedini mungkin kesehatan jiwa telah menyentuh kehidupan masyarakat. Di Indonesia telah dimulai melatih perawat puskesmas tentang perawatan kesehatan jiwa masyarakat (community mental health nursing) dan melatih dokter umum di puskesmas tentang kesehatan jiwa yang disebut GP+ (medical officer mental health). Selain itu, untuk perawat telah ada pendidikan spesialis keperawatan jiwa yang setara dengan pendidikan spesialis yang lain.
5. Financial resources
Sepertiga negara di dunia tidak mempunyai budget khusus untuk kesehatan jiwa. Secara umum budget kesehatan jiwa kurang dari 1% budget kesehatan secara keseluruhan.

Untuk mewujudkan kelima faktor diatas diperlukan upaya yang kuat dari tenaga kesehatan jiwa dan masyarakat yang peduli kesehatan jiwa. Untuk itu diperlukan advokasi dan aksi agar kesehatan jiwa menjadi prioritas.


PERAN PERAWAT DALAM ADVOKASI

Advokasi merupakan cara yang paling efektif dan paling murah untuk melakukan perubahan. Ada beberapa macam advokasi yaitu:
1. Self advocacy: yaitu individu atau kelompok bicara atau beraksi tentang kebutuhan mereka. Pasien gangguan jiwa sering sukar menyuarakan kebutuhan mereka, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan, mereka perlu assosiasi untuk menyatukan suara.
2. Citizen advocacy: yaitu seseorang berbicara atau beraksi atas nama user atau membantu mereka bicara untuk dirinya. Mereka yang tidak mendapatkan hak, dan yang didiskriminasi. Masyarakat bersama-sama mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalahnya. Di Indonesia dapat dikembangkan assosiasi keluarga dan pasien atau assosiasi kader kesehatan jiwa sebagai kelompok pendukun (support group).
3. Crisis advocacy: yaitu bantuan yang diberikan pada situasi yang sulit. Misalnya pada saat bencana.
4. Peer advocacy: yaitu membantu sesama dengan masalah yang sama. Assosiasi pasien dan keluarga merupakan salah satu cara.
5. Professional advocacy: yaitu memotivasi para professional yang peduli kesehatan jiwa, membantu menyelesaikan masalah kesehatan jiwa. Semua profesi, bukan hanya profesi kesehatan.
6. Collective advocacy: yaitu kelompok masyarakat dari berbagai latar belakang melakukan kampanye tentang kesehatan jiwa.

Perawat dapat memfasilitasi semua bentuk advokasi agar semua lapisan masyarakat menyadari kesehatan jiwa dan merasakan pentingnya kesehatan jiwa. Seluruh anggota masyarakat dijadikan marketer kesehatan jiwa sehingga kesehatan jiwa menjadi perilaku seluruh masyarakat. Pasien dan keluarganya di rumah sakit jiwa merupakan target utama, oleh karena itu berikan perawatan yang berkualitas, berikan informasi kesehatan jiwa melalui pendidikan kesehatan jiwa, sehingga pasien dan keluarganya merasakan dampak pelayanan keperawatan jiwa pada diri dan kehidupannya.

Tujuan akhir dari advokasi adalah meningkatkan pemenuhan hak azasi manusia terhadap kesehatan jiwa, menghilangkan stigma dan diskriminasi


PERAN PERAWAT DALAM AKSI MASYARAKAT

Aksi masyarakat adalah aksi untuk diri sendiri atau untuk orang lain, yang waktunya adalah sekarang. Beberapa kunci aksi masyarakat:

1. National ownership for mental health
Di Indonesia harus dibangun rasa memiliki kesehatan jiwa, seperti Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia (IPKJI), Perawat MPKP, Perawat CMHN, Perawat PICU
2. Local carer
Desa peduli sehat jiwa (DPSJ), assosiasi KKJ, assosiasi pasien dan keluarga (self help group) merupakan kekuatan local yang harus dibangun.
3. Antistigma gangguan jiwa
Diperlukan upaya yang optimal pemulihan kesehatan pasien gangguan jiwa, dan menjadikan kesehatan jiwa menjadi kebutuhan masyarakat.
4. Budget yang cukup dan konsisten

Banyak lagi aksi yang dapat dilakukan secara profesionl oleh perawat yaitu:
1. Informed: menguasai ilmu keperawatan jiwa. Mencari informasi kesehatan jiwa dari local, nasional, dan internacional serta memadukannya menjadi kekuatan bersama. Salah satu caranya adalah berbagi ilmu dan pengalaman mmelalui konferensi nasional keperawatan jiwa.
2. Raise awareness: membangun kesadaran masyarakat tentang kesehatan jiwa: sehat, risiko dan gangguan. Termasuk proses terjadinya, cara mencegahnya dan cara memulihkannya disertai bukti – bukti nyata.
3. Education: menyebarluaskan informasi kesehatan jiwa yang adekuat, sehingga banyak masyarakat yang mengetahuinya.
4. Networking: membangun hubungan/jejaring dengan individu yang penting, organisasi, dan berbagai sumber di masyarakat.
5. Capacity building: meningkatkan kemampuan perawat-perawat: ketrampilan, pengetahuan dan sumber-sumber yang diperlukan untuk menyediakan pelayanan keperawatan yang berkualitas.
6. Lobbying: melakukan lobi dengan parlemen, pemerintah yang akan berpengaruh dalam menetapkan kebijakan dan legislasi.
7. Campaigning: melakukan kampanye kesehatan jiwa dengan rencana yang teratur, agar peserta kampanye dapat menjadi representasika kesehatan jiwa ke masyarakat dan pemerintah.

PENUTUP
Perawat jiwa yang ada di rumah sakit (rumah sakit jiwa, rumah sakit umum, panti kesehatan jiwa, yayasan yang merawat pasien gangguan jiwa), pengajar keperawatan jiwa di sekolah keperawatan, perawat jiwa yang ada di struktur departemen kesehatan dan dinas kesehatan diharapkan bersatu padu untuk menyuarakan kesehatan jiwa pada setiap desempatan mulai dari sekarang lepada setiap orang yang ditemui. Kegiatan yang dilakukan berupa advocacy and action.

REFERENSI

1. Keliat, B.A, dkk. (2007). Advance Course Community Mental Health Nursing: Manajemen community mental health nursing district level. Jakarta: belum diterbitkan
2. The Future Vision Coalition. 2008. A new vision of mental health: Discussion paper
3. World Health Organization. (2003).Quality improvement for mental health. Geneva: WHO
4. World Health Organization. (2003).Advocacy for mental health. Geneva: WHO
5. World Health Organization. (2005). Human right and legislation: Stop exclusion and dare to care. Geneva: WHO
6. World Federation for Mental Health. (2008). Making a mental health a global priority. Geneva: WHO

selanjutnya...

KESEHATAN JIWA DI INDONESIA

· 0 komentar

ARTIKEL

PERKEMBANGAN PELAYANAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
DI INDONESIA


TIM : 1. Akemat, S.Kp,M.Kes (RS Marzoeki Mahdi Bogor)
2. Ns. Ice Yulia Wardani, S.Kep (FIK-Universitas Indonesia)
3. Ns. Metty Widiastuti, S.Kep, M.Kep (RS Jiwa Bandung)



ABSTRAK
Pengembangan dan pemanfaatan ilmu keperawatan merupakan bagian yang esensial dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan termasuk pula keperawatan jiwa. Peningkatan kualitas tersebut hendaknya sejalan dengan penerapan praktik keperawatan yang didasarkan pada fakta (evidence-based practice for nursing).
Keperawatan jiwa secara holistik menggabungkan aspek pengetahuan, afektif dan psikomotor dari berbagai macam disiplin ilmu dalam mempertahankan kondisi kesehatan fisik, mental, sosial, dan spiritual pasien gangguan jiwa. Hal ini diupayakan untuk memfasilitasi pasien ke arah perkembangan kesehatan yang lebih optimum, dengan pendekatan pada pemulihan kesehatan, memaksimalkan kualitas hidup serta pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Praktik keperawatan berdasarkan fakta empiris bertujuan untuk memberikan variasi tindakan keperawatan berdasarkan fakta terbaik dari riset yang telah dilakukan secara hati-hati dan penuh pertimbangan baik tindakan preventif dan promotif dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Perkembangan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa kurun waktu 1997-2008 telah berkembang dengan pesat dimulai dengan pengembangan MPKP di berbagai tingkat tatanan pelayanan kesehatan jiwa; CMHN dengan Desa Siaga Sehat Jiwa; Penerapan diagnosis keperawatan serta standar asuhan keperawatan jiwa; NAPZA, psikogeriatrik serta terakhir dan terkini yang sedang dikembangkan di setiap RS Jiwa adalah PICU (Psychaitric Intensive Care Unit). Sumber daya manusia keperawatan perlu ditingkatkan sesuai dengan tatanan pelayanan yang diberikan.

Kata kunci: evidence-based practice for nursing, NAPZA, psikogeriatrik, Psychaitric Intensive Care Unit
Daftar pustaka 35 (1997-2007)

PERKEMBANGAN PELAYANAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN
Tatanan pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia pada masa depan merupakan tantangan karena adanya policy yang berpihak pada kesehatan jiwa, tatanan pelayanan dengan pendekatan komunitas, tenaga kesehatan dan masyarakat bersama-sama melaksanakan upaya kesehatan jiwa serta hak asasi, undang-undang dan peraturan yang berpihak pada kesehatan jiwa. Selain itu juga kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi beberapa dekade terakhir telah mengalami kemajuan yang sangat pesat dan juga berdampak dalam dunia keperawatan.Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan semakin meningkat.

B. TUJUAN
Meningkatkan pelayanan merupakan upaya signifikan dalam memperbaiki pelayanan kesehatan yang berorientasi pada efektifitas pembiayaan (cost effectiveness). Meningkatkan praktik keperawatan merupakan kebutuhan mendesak untuk membangun praktik keperawatan jiwa yang lebih efektif dan efisien di berbagai tatana pelayanan sesuai dengan piramida pelayanan kesehatan jiwa.

C. PENGEMBANGAN PELAYANAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
Pengembangan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa dititik beratkan pada penerapan MPKP, CMHN, pelayanan NAPZA, penerapan diagnosis keperawatan serta standar asuhan keperawatan, pelayanan psikogeriatrik serta yang terkini adalah PICU.

1. MPKP (Model Praktek Keperawatan Profesional)
Pelayanan keperawatan adalah pelayanan yang dilakukan oleh banyak orang sehingga perlu menerapkan manajemen, yaitu dalam bentuk manajemen keperawatan. Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan, pengobatan dan bantuan terhadap para pasien (Gillies, 1989).

Pelayanan prima keperawatan dikembangkan dalam bentuk model praktek keperawatan profesional (MPKP), yang pada awalnya dikembangkan oleh Sudarsono (2000) di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo dan beberapa rumah sakit umum lain

Model praktek keperawatan mensyaratkan pendekatan manajemen (management approach) sebagai pilar praktek professional yang pertama. Oleh karena itu proses manajemen harus dilaksanakan dengan disiplin untuk menjamin pelayanan yang diberikan kepada pasien atau keluarga merupakan praktek yang professional.
Di ruang MPKP pendekatan manajemen diterapkan dalam bentuk fungsi manajemen yang terdiri dari:
1. Perencanaan (planning) (modul IA)
2. Pengorganisasian (organizing) (modul IB)
3. Pengarahan (directing) (modul IC)
4. Pengendalian (controlling) (modul ID)

Di rumah sakit jiwa telah dikembangkan MPKP dengan memodifikasi MPKP yang telah dikembangkan di rumah sakit umum. Beberapa modifikasi yang dilakukan meliputi 3 jenis yaitu:
1. MPKP Transisi
MPKP dasar yang tenaga perawatnya masih ada yang berlatar belakang
pendidikan SPK, namun Kepala Ruangan dan Ketua Timnya minimal dari
D3 Keperawatan
2. MPKP Pemula
MPKP dasar yang semua tenaganya minimal D3 Keperawatan.
3. MPKP Profesional dibagi 3 tingkatan yaitu
 MPKP I
MPKP dengan tenaga perawat pelaksana minimal D3 keperawatan tetapi Kepala Ruangan (Karu) dan Ketua Tim (Katim) mempunyai pendidikan minimal S1 Keperawatan.


 MPKP II
MPKP Intermediate dengan tenaga minimal D3 Keperawatan dan mayoritas Sarjana Ners keperawatan, sudah memiliki tenaga spesialis keperawatan jiwa.
 MPKP III
MPKP Advance yang semua tenaga minimal Sarjana Ners keperawatan, sudah memiliki tenaga spesialis keperawatan jiwa dan doktor keperawatan yang bekerja di area keperawatan jiwa..

MPKP telah diterapkan di berbagai rumah sakit jiwa di Indonesia (Bogor, Lawang, Pakem, Semarang, Magelang, Solo, dan RSUD Duren Sawit). Bentuk MPKP yang dikembangkan adalah MPKP transisi dan MPKP pemula. Hasil penerapan menunjukkan hasil BOR meningkat, ALOS menurun, angka lari pasien menurun. Ini menunjukkan bahwa dengan MPKP pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan bermutu baik.

Berdasarkan pemikiran tersebut dipandang perlu pengembangan MPKP di RSJ, agar pelayanan di RSJ lebih spesialistik dan profesional. Pada modul ini akan dikembangkan penatalaksanaan kegiatan keperawatan berdasarkan 4 pilar nilai profesional yaitu management approach, compensatory reward, professional relationship dan patient care delivery.

Pilar-pilar professional diaplikasikan dalam bentuk aktivitas-aktivitas pelayanan professional yang dipaparkan dalam bentuk 4 modul yaitu; Manajemen Keperawatan; Compensatory Reward; Professional Relationship & Patient Care Delivery

Kegiatan yang ditetapkan pada tiap pilar merupakan kegiatan dasar MPKP dengan model MPKP pemula. Kegiatan tersebut dapat dikembangkan jika tenaga keperawatan yang bekerja lebih berkualitas atau model MPKP telah meningkat ke bentuk MPKP Profesional.



2. CMHN (Community Mental Health Nursing).
Upaya mewujudkan kesinambungan pelayanan kesehatan jiwa telah dimulai di Indonesia yaitu di NAD dan NIAS, daerah yang terkena dampak gempa dan tsunami pada tahun 2004 yang lalu. Bentuk pelayanan yang diterapkan adalah pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat (Community Mental Health Nursing (CMHN)). Pelayanan kesehatan jiwa masyarakat diberikan meliputi BC-CMHN (Basic Course of Community Mental Health Nursing), IC-CMHN (Intermediate Course of Community Mental Health Nursing) dan AC-CMHN (Advance Course of Community Mental Health Nursing). Program ini telah memperlihatkan hasil dengan ditemukannya 2645 pasien di 11 kabupaten/kota di NAD dan 127 pasien di 2 kabupaten di NIAS. Dari jumlah pasien tersebut baru 1088 yang dirawat di rumah oleh perawat CMHN yang menghasilkan 346 orang mandiri, 512 perlu bantuan, dan 184 orang masih memerlukan perawatan total.

Dengan keberhasilan program CMHN, maka diharapkan pasien yang tidak tertangani di masyarakat akan dirujuk ke rumah sakit jiwa untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik bahkan yang spesialistik. Tatanan pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat telah dikembangkan dengan baik di NAD. Tahap berikutnya adalah mengembangkan program CMHN di seluruh Indonesia.

Propinsi yang telah mengembangkan program CMHN dan sedang mengembangkannya adalah NAD, NIAS, Jawa Barat (Bogor, Cimahi)

3. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya)
Jangkauan dan mutu fasilitas penyelenggaraan pelayanan kesehatan jiwa akibat penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (Napza) hingga kini masih rendah sehingga untuk mengantisipasi pertambahan kasus penyalahgunaan obat perlu pengembangan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa di RS Jiwa ataupun RS Ketergantungan Obat (RSKO) secara berkesinambungan. Melihat kecenderungan yang terjadi, penanganan masalah ini harus bersifat komprehensif dan multidisiplin. Tahapan penanggulangan penyalahgunaan narkotika harus meliputi upaya preventif sampai rehabilitatif dan melibatkan kerja sama lintas sektoral dan lintas program. Adapun fasilitas pelayanan pada tatanan rumah sakit tersebut meliputi unit rawat jalan/rawat inap, detoksifikasi, psikoterapi, hypnoterapi, terapi rumatan (metadon), voluntary counseling therapy serta CST.

4. PENERAPAN DIAGNOSA KEPERAWATAN & STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

Pada Konferensi Nasional Keperawatan Jiwa II di Yogyakarta telah ditetapkan standar proses keperawatan yang baru yaitu pendekatan Diagnosa Keperawatan dengan rumusan tunggal. Apabila sebelumnya standar perumusan diagnosa keperawatan dalam bentuk gabungan problem, etiologi, sign and symptom diubah menjadi pernyataan masalah tunggal.

Standar proses keperawatan yang disesuaikan dengan rumusan diagnosis tunggal yang kemudian dikenal dengan diagnosis keperawatan dimulai dari standar pengkajian, standar rumusan diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, strategi tindakan keperawatan dalam implementasi, dan evaluasi proses keperawatan.

Standar rumusan diagnosis keperawatan ditetapkan melalui tahapan:
1. Analisa data yang ditemukan baik data subyektif maupun data obyektif.
Data yang ditemukan sebagai hasil pengkajian dikumpulkan sebagai data subyektif dan obyektif. Data yang berkaitan erat satu dengan lain yang menunjang satu diagnosa keperawatan dikumpulkan menjadi satu untuk merumuskan diagnosa keperawatan.
2. Tetapkan rumusan diagnosis dalam bentuk rumusan tunggal. Rumusan diagnosa keperawatan mengacu pada rumusan diagnosa keperawatan NANDA 2005-2006.

Diagnosis keperawatan dirumuskan dalam bentuk rumusan tunggal. Rumusannya adalah rumusan “problem” Etiologi dari diagnosa tidak perlu dicantumkan tetapi cukup dimengerti dan dipahami. Rumusan diagnosa keperawatan jiwa berdasarkan NANDA 2005-2006 untuk 10 diagnosa keperawatan utama di keperawatan jiwa:

Rumusan Lama
Rumusan Baru
Perilaku kekerasan Risiko perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan
Perubahan sensori persepsi: halusinasi … Gangguan sensori persepsi: halusinasi …
Isolasi sosial: menarik diri Isolasi sosial
Gangguan konsep diri: harga diri rendah Harga diri rendah kronis
Harga diri rendah situasional
Perubahan proses pikir: waham … Gangguan proses pikir: waham …
Defisit perawatan diri Defisit perawatan diri: kebersihan diri
Defisit perawatan diri: berdandan
Defisit perawatan diri: makan-minum
Defisit perawatan diri: toileting
Risiko mencederai diri sendiri: bunuh diri Risiko bunuh diri
Koping keluarga tidak efektif Koping keluarga tidak efektif
Penatalaksanaan regiment terapeutik tidak efektif Penatalaksanaan regiment terapeutik tidak efektif
Ansietas Ansietas
Ketidakberdayaan Ketidakberdayaan


5. PSIKOGERIATRIK
Meningkatnya jumlah populasi lansia, menuntut peningkatan pelayanan kesehatan/keperawatan yang berbeda dengan pelayanan sebelumnya. Pengembangan dan pemanfaatan ilmu keperawatan jiwa merupakan bagian yang esensial dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan kesehatan jiwa termasuk pula psikogeriatrik. Keperawatan psikogeriatrik adalah praktek asuhan keperawatan yg ditujukan pada usia lanjut (lansia) dengan gangguan kognitif, emosional serta komorbid peny fisik yang mengakibatkan penurunan fungsional dan ketidakmampuan yang mempengaruhi kesejahteraan lansia, keluarga yang memiliki lansia, serta caregiver (Hyman, 2001).

Pelayanan psikogeriatrik yang diberikan secara holistik serta perlu mempertimbangkan aspek individual secara fisik, emosional, sosial maupun spiritual yang berarti. Hal ini beimplikasi bahwa pengobatan konvesional yang efektif, terapi alternatif dan complementary memegang peranan dalam asuhan holistik seperti penggunaan imagery, pemijatan, therapeutik touch, dan bentuk lain pengobatan non konvensional.. Sehingga terapi yang terbaik yang mendukung asuhan holistik adalah integratif antara konvensional dan alternatif/komplementari. Bagian dari pendekatan asuhan yang holistik juga adalah juga dengan melibatkan pemberi asuhan baik profesional maupun keluarga.
6. PICU (Psychiatric Intensive Care Unit)
Kedaruratan psikiatri adalah gangguan pikiran, perasaan, perilaku dan atau sosial yang membahayakan diri sendiri atau orang lain yang membutuhkan tindakan intensif yang segera. Sehingga prinsip dari kedaruratan psikiatri adalah kondisi darurat dan tindakan intensif yang segera. Psychiatric Intensive Care Unit (PICU) merupakan pelayanan yang ditujukan untuk pasien gangguan jiwa yang dalam kondisi krisis psikiatri. Merupakan gabungan pelayanan gawat darurat psikiatri dan pelayanan intensif, yang dapat diselenggarakan di rumah sakit jiwa atau unit psikiatri rumah sakit umum. PICU dapat menerima rujukan dari masyarakat, puskesmas, ruangan lain ataupun mengirim pasien yang telah melewati masa krisisnya ke masyarakat (dirawat CMHN) atau ke ruangan lain di RS Jiwa. Berdasarkan prinsip tindakan intensif segera, maka penanganan kedaruratan dibagi dalam fase intensif I (24 jam pertama), fase intensif II (24-72 jam pertama), dan fase intensif III (72 jam-10 hari).

D. KESIMPULAN
Berdasarkan evaluasi pelayanan kesehatan jiwa yang telah dikembangkan dan mengacu pada rekomendasi konas IV, maka :
1. MPKP baik pemula maupun profesional telah dikembangkan oleh 17 Rumah Sakit Jiwa ( 51,51%).
2. CMHN, telah dikembangkan di 3 provinsi (9,09%).
3. Asuhan keperawatan Psikogeriatrik telah dikembangkan di 6 Rumah Sakit Jiwa (18,18%).
4. PICU telah dikembangkan di 3 provinsi ( 9,09%).

selanjutnya...

VISI DAN MISI

Sabtu, 10 Januari 2009 · 0 komentar

Visi FMPKJ adalah terwujudnya masyarakat yang memiliki sehat jiwa secara holistik.

Misi FMPKJ adalah :
1. Membentuk kader-kader kesehatan jiwa di masyarakat.
2. Melakukan kegiatan penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat dan keluarga pasien dengan gangguan jiwa tentang masalah kesehatan jiwa.
3. Mengembangkan komunikasi antara petugas kesehatan jiwa dalam hal ini perawat kesehatan jiwa dan dokter kesehatan jiwa demi terwujudnya semangat kekeluargaan.
4. Meningkatkan kemampuan SDM melalui pelatihan, diskusi/seminar dan lain-lain
5. Meningkatkan kemandirian berpikir dan bertindak yang dilandasi oleh profesionalisme dalam rangka meningkatkan kesehatan jiwa masyarakat.
6. Melakukan kegiatan penelitian ilmiah di bidang kesehatan jiwa dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya bidang kesehatan jiwa.

selanjutnya...

MENGAPA FORUM INI DI BENTUK?

Senin, 05 Januari 2009 · 0 komentar

KESEHATAN JIWA sama pentingnya dengan kesehatan fisik, namun gangguan jiwa tidak selalu disadari sehingga menghambat upaya penyembuhannya.

Apalagi masalah-masalah kesehatan jiwa terpapar dalam arena yang sangat luas, mulai dari anak, orang dewasa, keluarga, dan masyarakat.
Penulis menyadari hal tersebut menjadi bagian dari kebersamaan sebagai bangsa Indonesia dan insan kesehatan.
Apakah itu Kesehatan Jiwa? :?:
Kesehatan Jiwa adalah kondisi yg memungkinkan perkembangan optimal bagi individu secara fisik, intelektual & emosional sepanjang hal itu tidak bertentangan dgn kepentingan orang lain.
:D KESEHATAN JIWA -
Kondisi yg harus diciptakan utk mencegah timbulnya gangguan jiwa
:arrow: Harus dijalankan oleh Sumber daya manusia yang PEDULI akan kesehatan jiwa
:arrow: Dipimpin oleh Sumber daya Manusia yang mengerti dasar-dasar ilmu kedokteran jiwa dan Ilmu Keperawatan Jiwa atau ilmu kesehatan jiwa secara umum

Di Indonesia pengertian masyarakat mengenai Ilmu kejiwaan & kesehatan jiwa masih sangat terbatas, sehingga timbul kesulitan terutama dalam memberikan pelayanan

PARTISIPASI MASYARAKAT :P
Mengapa perlu?
Alasan Pertama :
:arrow: Prevalensi gangguan jiwa menurut WHO : 5- 15% - Indonesia penduduknya = 200 juta jiwa. Yang menderita gangguan jiwa : 10 - 30 juta jiwa
:arrow: Jumlah pasien tak dapat ditolong semua bila hanya SDM dalam Ilmu Kesehatan Jiwa yang dikerahkan.
:arrow: Angka penderita gangguan jiwa di Kalimantan timur mencapai 6,9%

Alasan Kedua :
Penyebab gangguan jiwa " Kompleks - Multi-faktoral" Keadaan ini digambarkan dengan "konsep tiga roda" yg saling berpotongan
:arrow: Organo Biologik
:arrow: Psikologik Biologik
:arrow: Sosio Budaya

Pengobatan:
1.terapi medisinal - obat
2.psikoterapi individu/kelompok
3.menanggulangi masalah sosial

Alasan ketiga :

Pengobatan berdasarkan :
:arrow: Team Approach
:arrow: Therapy sosial
- mungkin diluar jangkauan team kesehatan jiwa
- Disamping itu masih ada aspek Spiritual yg tak dapat diabaikan

KENDALA PARTISIPASI MASYARAKAT

Pelbagai kesukaran untuk merangsang partisipasi masyarakat sebagai berikut:
Kesukaran pertama: Pada umumnya masyarakat Indonesia beranggapan bahwa Gangguan jiwa :
- menakutkan
- memalukan
- merupakan aib
- merupakan misteri
Team kesehatan Jiwa :
- Penuh misteri
- Punya kekuatan/kemampuan yg tak dimiliki org lain
- Berbeda dgn manusia biasa
Kesimpulan :Terdapat stigma terhadap Ilmu kesehtan jiwa
Kesukaran kedua:
Secara kognitif pengertian masyarakat mengenai kesehatan Jiwa masih sangat kurang.
Usaha SDM dalam Ilmu kesehatan Jiwa untuk memasyarakatkan ilmu tersebut sangat terbatas

Individu/kelompok yg sedang menghadapi Stressor berat dan berkepanjangan - harus dibantu supaya :
- STRESSOR merupakan " Kesempatan dan bukan ancaman"
- Masyarakat Indonesia mempunyai sikap gotong royong dan saling membantu bila keluarga menghadapi stresor antara lain :
- kelahiran
- perkawinan
- kematian dll
- Bantuan :
- Usaha pencegahan / prevensi terhadap timbulnya gangguan jiwa

Kelompok Resiko tinggi
- Wanita hamil dlm golongan socio-ekonomi rendah
- Wanita hamil pd umumnya
- Keluarga dgn anak yg menderita kelainan (cacad mental,tuna netra, tuna runggu),anak-anak dgn sakit kronis (sakit kencing manis, jantung bawaan dll)
- Anak yg menghadapi peristiwa yg merupakan stressor (dirawat di RS, mengalami operasi dll)
- Keluarga yg kehilangan salah satu anggotanya
- Keluarga dgn salah satu ORTU sakit berat(sakit jiwa,kanker dsb)
- Keluarga dalam "kemelut" (Ortu menuju perceraian)
- Keluarga yg menganiaya anaknya (abuse families)
- Keluarga yg menghadapi stress perkembangan anak
- Keluarga yg sangat miskin & kacau

Kelompok Resiko tinggi Khusus pada Remaja

:arrow: Gadis remaja yg hamil diluar nikah
:arrow: Remaja yg menikah beserta anak-anaknya
:arrow: Remaja yg mengalami kesulitan belajar yg serius
:arrow: Remaja yg tinggal di daerah pemukiman kumuh
:arrow: Remaja yg terlibat kenakalan remaja
:arrow: Remaja yg melarikan diri
Di Samarinda yang banyak terjadi dewasa ini antara lain:
1.masalah kenakalan remaja
2.masalah kesulitan belajar
3.masalah seksual

USAHA UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN JIWA
Tujuan : Melakukan usaha-usaha utk menciptakan keadaan/lingkungan yg merangsang perkembangan individu secara optimal Usaha ditujukan terhadap individu tapi lebih baik terhadap kelompok
Langkah-langkah :
1.Kenalilah stressor psikososial. Apakah sensitif thdp masalah kesehatan jiwa dalam masyarakat
2.Pelajari bagaimana pengaruh stressor terhadap individu / kelompok
3.Tentukan usaha-usaha apa yg perlu dilakukan
4.Prioritas harus ditentukan

Usaha yg dapat dilakukan
* Meningkatkan pengetahuan masyarakat
* Memberikan pelayanan kesehatan jiwa - secara khusus oleh dr. spesialis jiwa dan perawat kesehatan jiwa
membantu mereka yg sdg menghadapi stressor sosial yg berat
menjadi relawan atau tenaga konsulen dlm lembaga dimana stressor psikososial tinggi (lembaga pemasyarakatan, panti asuhan, rumah sakit dsb)
* Melakukan penelitian , mendapat data dan/atau sambil memberi penerangan mengenai kesehatan jiwa

BERDASARKAN URAIAN DI ATAS DAN FAKTA-FAKTA YANG DI DAPAT DI MASYARAKAT, KAMI MEMBENTUK "FORUM MASYARAKAT PEDULI KESEHATAN JIWA" INI.
Semoga program kami dapat bermanfaat bagi masyarakat dan Mohon Doa Restu Dari masyarakat.

selanjutnya...
Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified