BERBAGAI INDIKATOR TARAF KESEHATAN JIWA MASYARAKAT

Jumat, 30 Januari 2009 · 0 komentar

PENDAHULUAN

Kesehatan Jiwa masyarakat ( community mental health ) telah menjadi bagian masalah kesehatan masyarakat (public health) yang dihadapi semua negara. Salah satu pemicu terjadinya berbagai masalah dalam kesehatan jiwa adalah dampak modernisasi dimana tidak semua orang siap untuk menghadapi cepatnya perubahan dan kemajuan teknologi baru. Gangguan jiwa tidak menyebabkan kematian secara langsung namun akan menyebabkan penderitanya menjadi tidak produktif dan menimbulkan beban bagi keluarga penderita dan lingkungan masyarakat sekitarnya, Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal (4) disebutkan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari gangguan tetapi lebih kepada perasan sehat, sejahtera dan bahagia ( well being ), ada keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku, dapat merasakan kebahagiaan dalam sebagian besar kehidupannya serta mampu mengatasi tantangan hidup sehari-hari.


Sejalan dengan paradigma sehat yang dicanangkan Departemen Kesehatan yang lebih menekankan upaya proaktif dan berorientasi pada upaya kesehatan pencegahan (preventif ) dan promotif maka penanganan masalah kesehatan jiwa telah tergeser dari hospital base menjadi community base psychiatric services. Gangguan jiwa dapat dicegah dan diatasi, untuk itu penyelesaiannya tidak hanya oleh tenaga kesehatan, tetapi juga perlu melibatkan peran akif semua pihak. Masyarakat mempunyai potensi untuk mengatasi masalah tersebut sehingga perlu dirubah kesadarannya untuk terlibat dalam upaya preventif dan promotif, tenaga kesehatan, organisasi masyarakat yang concern terhadap masalah kesehatan jiwa masyarakat.

Perkembangan kondisi akhir-akhir ini yang sedang dihadapi oleh bangsa indonesia yang tengah membenahi dirinya menuju suatu kondisi yang lebih layak dan memadai sebagai suatu bangsa yang hidup di zaman moderen yang semakin kompleks, maka kualitas ( quality of life ) manusia dituntut lebih tinggi dari sebelumnya, khususnya untuk menyongsong era globalisasi mendatang. Data dari WHO Mental Health Atlas 2005 menuju permasalahan besar diwilayah negara berkembang adalah pada sumber daya manusia. Berdasarkan laporan yang dibuat UNDP tahun 2005 indeks pembangunan manusia ( Human development Indeks ) Indonesia pada tahun tersebut berada pada peringkat 110 dari 177 negara. Posisi indonesia itu dibawah Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia dan Singapura. Biaya pendidikan yang tinggi dan tidak terjangkau oleh sebagian kalangan masyarakat berpengaruh menurunkan kualitas manusia Indonesia dan potensial menumbuhkan kecemburuan sosial. Mengingat berbagai problema multi-dimensional yang masih maupun akan terus dihadapi bangsa ini menyangkut masalah ekonomi, bencana alam, terror serta berbagai wabah penyakit faktor pencetus (trigger) bagi terjadinya masalah pada kesehatan jiwa masyarakat ( kondisi psikososial di masyarakat ).
Masyarakat di satu sisi dituntut agar mencapai kualitas yang lebih baik sehingga mampu bersaing dalam persaingan global namun pada waktu yang sama harus mampu mengatasi pelbagai tuntutan dan tekanan hidup yang berat. Disatu pihak terdapat kondisi high culture tension khususnya di daerah perkotaan sebagai efek dari “city life” sedangkan pada sisi lain dibutuhkan lebih banyak sosok manusia yang sehat .

INDIKATOR KESEHATAN JIWA MASYARAKAT

"The modern view that many factors interact to produce disease may be attributed to the siminal work of George L Engel, who in 1977 put forward the Bio-psycho-social Model of Disease. Engel's model is a framework, rather than a set of detailed hypotheses, for understanding health and disease."

Eksistensi manusia meliputi tiga aspek yaitu organo-biologis ( fisik / jasmani ), psiko-edukatif ( mental-emosional ). Terjadinya gangguan jiwa juga merupakan proses interaksi yang kompleks antara faktor genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural. Telah terbukti bahwa ada korelasi erat antara timbulnya gangguan jiwa dengan kondisi sosial dan lingkungan dimasyarakat sebagai suatu “stessor psikososial”. Kini masalah kesehatan tidak lagi hanya menyangkut soal angka kematian atau kesakitan melainkan juga mencakup berbagai kondisi psikososial yang berdampak pada kualiitas kesehatan masyarat termasuk taraf kesehatan jiwa masyarakat.
Data statistik WHO menyebutkan bahwa setiap saat 1 % dari seluruh penduduk berada dalam kondisi membutuhkan pertolongan dan pengobatan untuk berbagai bentuk gangguan jiwa. Angka kejadian ( relevalensi ) berbagai bentuk gangguan jiwa mulai dari spekrum ringan sampai berat di Asia Selatan dan timur adalah sebesar lebih kurang 25%. Data WHO menunjukan bahwa rata-rata 5-10% dari populasi masyarakat di suatu wilayah menderita depresi dan memerlukan pengobatan psikiatrik dan intervensi psikososial. Untuk kalangan perempuan angka gangguan depresi dijumpai lebih tinggi lagi yaitu berkisar 15-17%. Di masa-masa mendatang bisa jadi kasusnya akan semakin bertambah, penderita gangguan jiwa lama banyak yang kembali kambuh karena mereka tidak kontrol dan tidak minum obat rutin karena tidak mampu beli obat, sedangkan pasien baru bermunculan karena faktor stressor psikososial yang meningkat. Sebagian besar pasien ( 80% ) yang dirawat dibagian jiwa RS umum maupun Rumah Sakit jiwa berasal dari kelompok keluarga miskin (gakin ). Biaya berobat yang harus ditanggung pasien meliputi tidak hanya biaya yang langsung berkaitan dengan pelayanan medik seperti harga obat, jasa konsultasi tetapi juga biaya spesifik lainya seperti biaya transportasi ke rumah sakit dan biaya akomodasi lainya.

Berbagai kondisi psikososial yang menjadi indikator taraf kesehatan jiwa masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan karakteristik kehidupan di perkotaan (urban mental health) meliputi: kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ), kasus perceraian, anak remaja putus sekolah, kasus kriminalitas anak remaja, masalah anak jalanan, promiskuitas, penyalahgunaan Napza dan dampak nya (hepatitis C,HIV/AIDS dll), gelandangan psikotik serta kasus bunuh diri.

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

Kekerasan dalam rumah tangga adalah tiap perbuatan terhadap seseorang yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis dan / atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga ( definisi dalam UU No.23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT ). Lingkup rumah tangga adalah suami, istri dan anak, termasuk juga orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan, pengasuhan, perwalian dengan suami maupun istri yang menetap bersama dalam rumah tangga.

Dampak kekerasan dalam rumah tangga meliputi gangguan kesehatan fisik non-reproduksi ( luka fisik, kecacatan ), gangguan kesehatan reproduksi ( penularan penyakit menular seksual, kehamilan yang tidak dikehendaki ), gangguan kesehatan jiwa ( trauma mental ), kematian atau bunuh diri. Kekerasan rumah tangga juga dapat menjadi salah satu atau kontributor meningkatnya kasus perceraian, kasus penelantaran anak, kasus kriminalitas anak remaja serta juga penyalahgunaan Napza.

ANAK PUTUS SEKOLAH

Berdasarkan data direktorat pendidikan kesetaraan depdiknas tahun 2005 lalu di Indonesia tercatat jumlah pelajar SLTP yang putus sekolah adalah sebanyak 1.000.746 siswa / siswi, sedangkan pelajar SLTA yang putus sekolah adalah sebanyak 151.976. jumlah lulusan SLTA yang tidak melanjutkan pendidikan keperguruan tinggi pada tahun tersebut tercatat sebanyak 691.361 siswa/ siswi. Laporan Organisai Buruh Internasional ( ILO ) tahun 2005 menyatakan bahwa sebanyak 4,18 juta anak usia sekolah di Indonesia tidak bersekolah dan sebagainya menjadi “pekerja anak” perwakilan ILO di Indonesia menyatakan bahwa banyaknya anak putus sekolah dan menjadi pekerja anak disebabkan karena biaya pendidikan di Indonesia masih dianggap terlalu mahal dan tak terjangkau oleh sebagian kalangan masyarakat. Angka partisipasi kasar ( APK ) program wajib belajar 9 tahun yang dirilis Depdiknas menunjukan baru mencapai 88,68% dari target 95% partisipasi anak usia sekolah yang diharapakan .

MASALAH ANAK JALANAN

Masalah anak jalan di Indonesia seperti kekerasan pada anak, masalah anak jalanan, penelantaran anak dan sebagainya masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari Departemen Sosial tahun 2005, jumlah anak jalanan di Indonesia adalah sekitar 30.000 anak dan sebagian besarnya berada di jalan-jalan di DKI Jakarta. Selain itu baru terdapat 12 daerah di Indonesia yang memiliki perda tentang anak jalanan. Padahal para anak-anak jalanan tersebut “jelas” rentan terhadap berbagai tindak kekerasan, penyimpangan perlakuan, pelecehan seksual bahkan dilibatkan dalam berbagai tindak kriminal oleh orang dewasa yang “menguasai”-nya

KASUS KRIMINALITAS ANAK REMAJA

Data Direktorat Jenderal Kemasyarakatan Dephukham dan komnas pelindungan anak ( PA ) menujukan bahwa pada tahun 2005 di Indonesia terdapat 2.179 tahanan anak dan 802 narapidana anak, 7 diantaranya anak perempuan. Tahun 2006 angkanya menjadi 4.130 tahanan anak serta 1.325 narapidana anak, dimana 34 diantaranya adalah anak perempuan. Menurut survey Komnas PA penyebab anak masuk LP Anak adalah 40% karena terlibat kasus Narkoba ( Napza ), 20% karena perjudian sedangkan sisanya karena kasus lain-lain. Kira-kira 20% tindak kekerasan seksual pada tahun 2006 pelakunya adalah anak remaja, 72% anak remaja pelaku kekerasan seksual mengaku terinspirasi Tayangan TV, setelah membaca media cetak porno dan nonton film porno. Laporan Komnas PA menyatakan bahwa 50-70% anak terlibat dalam tindak pidana kriminalitas lalu di vonis penjara dan masuk LP Anak justru perilakunya menjadi lebih jelek dan menjadi residivis dikemudian hari.

Masalah Narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya ( Napza ) serta dampaknya ( Hepatitis C, HIV / AIDS dll )

Narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) tergolong dalam zat psikoaktif yang bekerja mempengaruhi kerja sistem penghantar sinyal saraf (neuro-transmiter) sel-sel susunan saraf pusat (otak) sehingga meyebabkan terganggunya fungsi kognitif (pikiran), persepsi, daya nilai (judgment) dan perilaku serta dapat menyebabakan efek ketergantungan, baik fisik maupun psikis. Penyalahgunaan Napza di Indonesia sekarang sudah merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan bangsa dan negara. Pengungkapan kasusnya di Indonesia meningkat rata-rata 28,9 % per tahun. Tahun 2005 pabrik extasi terbesar ke 3 di dunia terbongkar di Tangerang, Banten. Di Indonesia diprediksi terdapat sekitar 1.365.000 penyalahgunaan Napza aktif dan data perkiraan estimasi terakhir menyebutkan bahwa pengguna Napza di Indonesia mencapai 5.000.000 jiwa. Mengikuti laju perkembangan kasus tersebut dijumpai pula peningkatan epidemi penyakit hati lever hepatitis tipe-c dan kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) AIDS (Acquired Immune-Deficiency Syndrome) yang modus penularan melalui penggunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada “pengguna Napza suntik (Penasus / injecting drug user / IDU).
Pola epidemik HIV/AIDS di Indonesia tak jauh berbeda dengan negara-negara lain, pada fase awal penyebarannya melalui kelompok homoseksual, kemudian tersebar melalui perilaku seksual berisiko tinggi seperti pada pekerja seks komersial, namun beberapa tahun belakangan ini dijumpai kecenderungan peningkatan secara cepat penyebaran penyakit ini diantara para pengguna Napza suntik. Berbagai sember memperkirakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia telah mencapai kurang lebih 120.000 orang dan sekitar 80% dari jumlah tersebut terinfeksi karena pengunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada para pengguna Napza suntik, jumlah penderita HIV/AIDS dari tahun 2000 sampai 2005 meningkat dengan cepat menjadi 4 kali lipat atau 40%. Data pada akhir tahun 2005 menyatakan bahwa prevalensi penularan HIV AIDS pada “penasun” adalah 80- 90% artinya , mencapai 90% dari total penasun dipastikan terinfeksi HIV/AIDS.

GANGGUAN PSIKOTIK DAN GANGGUAN JIWA SKIZOFRENIA

Ganguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai antara lain oleh gejala gangguan pemahaman (delusi waham) gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta dijumpai daya nilai realitas yan terganggu yang ditunjukan dengan perilaku-perilaku aneh (bizzare). Gangguan ini dijumpai rata-rata 1-2% dari jumlah seluruh penduduk di suatu wilayah pada setiap waktu dan terbanyak mulai timbul (onset) nya pada usia 15-35 tahun. Bila angkanya 1 dari 1.000 penduduk saja yang menderita gangguan tersebut, di Indonesia bisa mencapai 200-250 ribu orang penderita dari jumlah tersebut bila 10% nya memerlukan rawat inap di rumah sakit jiwa berarti dibutuhkan setidaknya 20-25 ribu tempat tidur (hospital bed) Rumah sakit jiwa yang ada saat ini hanya cukup merawat penderita gangguan jiwa tidak lebih dari 8.000 orang. Jadi perlu dilakukan upaya diantaranya porgram intervensi dan terapi yang implentasinya bukan di rumah sakit tetapi dilingkungan masyarakat (community based psyciatric services) penambahan jumlah rumah sakit jwa bukan lagi merupakan prioritas utama karena paradigma saat ini adalah pengembangan program kesehatan jiwa masyarakat (deinstitutionalization). Terlebih saat ini telah banyak ditemukan obat-obatan psikofarmaka yang efektif yang mampu mengendalikan gejala ganggun penderitanya. Artinya dengan pemberian obat yang tepat dan memadai penderita gangguan jiwa berat cukup berobat jalan.
Sebenarnya kondisi di banyak negara berkembang termasuk Indonesia lebih menguntungkan dibandingkan negara maju, karena dukungan keluarga (primary support groups) yang diperlukan dalam penggobatan gangguan jiwa berat ini lebih baik dibandingkan di negara maju. Stigma terhadap gangguan jiwa berat ini tidak hanya menimbulkan konsekuensi negatif terhadap penderitanya tetapi bagi juga anggota keluarga, meliputi sikap-sikap penolakan, penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi. Penderita gangguan jiwa mempunyai risiko tinggi terhadap pelanggaran hak asasi manusia.

KASUS BUNUH DIRI

Data WHO menunjukkan bahwa rata-rata sekitar 800.000 orang di seluruh dunia melakukan tindakan bunuh diri setiap tahunnya. Laporan di India dan Sri Langka menunjukkan angka sebesar 11-37 per 100 ribu orang, mungkin di Indonesia angkanya tidak jauh dari itu. Menurut Dr. Benedetto Saraceno dari departemen kesehatan jiwa WHO, lebih dari 90% kasus bunuh diri berhubungan dengan masalah gangguan jiwa seperti depresi, psikotik dan akibat ketergantungan zat (Napza).

Yang mengkhawatirkan adalah dijumpainya pergeseran usia orang yang melakukan tindak bunuh diri. Kalau dahulu sangat jarang anak yang usianya kurang dari 12 tahun melakukan tindak bunuh diri, tetapi sekarang bunuh diri pada anak usia kurang dari 12 tahun semakin sering ditemukan. Ini menunjukkan kegagalan orang tua di rumah, guru di sekolah dan tokoh panutan di asyarakat membekali keterampilan hidup (life skill) untuk mengatasi tantangan maupun kesulitan hidupnya. Kasus bunuh diri sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius terutama bila dikaitkan dengan dampak kehidupan moderen. Oleh karena itu WHO memandang bunuh diri sebagai peyebab utama kematian dini yang dapat dicegah.

Kondisi lain yang perlu mendapat perhatian adalah altruistic suicide atau bunuh diri karena loyalitas berlebihan yang antara lain bentuk “bom bunuh diri”. Banyak ahli mengaitkan hal tersebut sebagi manifestasi dari akumulasi kekecewaan, perlakuan tidak adil atau tersisihkan. Mengatasi altruistic suicide tidak mudah dan memerlukan pendekatan multi disiplin antara berbagai pihak terkait seperti aspek kesehatan jiwa, pendekatan agama, penegakan hukum dan sosial.

KESIMPULAN

WHO memberikan panduan untuk mengurangi permasalahan kesehatan jiwa masyarakat termasuk kasus bunuh diri secara global, yang dimulai dengan membantu beberapa negara merumuskan rencana, kebijakan dan melakukan upaya legislasi seputar kesehatan jiwa yang koheran dan komprehensif. Oleh karena segala upaya baik perumusan kebijakan maupun program intervensi harus diintegrasikan dalam sistem kesehatan nasional. Meningkatkan taraf kesehatan jiwa masyarakat sekaligus mencegah gangguan jiwa memerlukan langkah intervensi yang efektif efisien pada pelayanan kesehatan dasar serta harus melibatkan peran serta masyarakat setempat. Tanpa peran serta masyarakat maka upaya peningkatan taraf kesehatan jiwa tidak akan mencapai hasil yang diinginkan. Mungkin saja perlu dijalin kerja sama dengan pesantren, baik dalam aktifitas promosi dan prevensi maupun terapi. Hal ini penting karena sampai saat ini pesantren masih merupakan institusi masyarakat yang sangat mengakar di Indonesia dan jumlahnya banyak tersebar di mana-mana.
Telah dikemukakan di atas berbagai permasalahan khususnya di bidang kesehatan jiwa. Mengantisipasi masa depan dengan pola penyakit utama adalah masalah penyakit degeneratif, serebro-kardio-vaskuler, kanker dan gangguan jiwa maka diharapkan kita semua mampu menjawab tantangan tersebut.

Penulis : Dr. Prianto Djatmiko, SpKJ

Disadur dari :

Jurnal Intelijen & Kontra Intelijen
Volume III, No. 16, April 2007
Diterbitkan oleh
CENTRE FOR THE STUDY OF INTELLIGENCE AND COUNTER INTELLIGENCE

selanjutnya...

MUTU LAYANAN KESEHATAN JIWA

· 1 komentar

F-PPP Berharap Mutu Layanan Kesehatan Jiwa Ditingkatkan kembali

Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) DPRD Kaltim, Abdul Hadi meminta pelayanan terhadap pasien penderita kesehatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Atma Husada Mahakam Samarinda, ditingkatkan kembali,“Pelayanan kesehatan jiwa memang harus terus ditingkatkan, apalagi di saat kultur dan pranata sosial di masyarakat saat ini mengalami degradasi sikologis dan mental,” kata Abdul Hadi sambil menambahkan bahwa tingginya tingkat stres dan gangguan jiwa masyarakat yang kini terjadi seolah-olah telah menjadi konsekwensi terhadap persaingan hidup matrealistis dan hedonis.

Oleh karena itu lanjutnya, pemerintah mulai sekarang harus sigap, bukan saja dalam mempersiapkan perangkat penunjang pelayanan pada RSJ, tapi juga sejauh mana pemerintah menciptakan kondisi secara cermat dan tenang. Tujuannya adalah, agar gesekan sikologis dan mental masyarakat yang cenderung abnormal dan irasional ini bisa teratasi meski dengan cara perlahan.
“Tingginya angka gangguan jiwa yang diderita masyarakat dewasa ini, seharusnya mampu menyadarkan pemerintah tentang betapa pentingnya upaya antisipasi dalam berbagai hal, baik aspek material maupun aspek spiritualnya pada semua lapisan masyarakat,” ujarnya.
Khusus terhadap pelayanan di RSJ Atma Husada Mahakam, pihaknya mengingatkan agar gambaran pelayanan, ketersediaan fasilitas, keringanan pembiyaan serta kesetaraan dalam optimalisasi kelas perawatan harus terus ditingkatkan, karena tugas pegawai RS adalah pelayanan terhadap masyarakat, maka semua hal yang terkait dengan pelayanan tersebut harus diutamakan.“Pelayanan kesehatan jiwa ini hendakya tidak membeda-bedakan antara yang kelas satu, kelas dua maupun yang kelas tiga, namun semua pelayanan terhadap pasien harus sama, justru harus lebih ditingkatan lagi, terutama untuk kelas yang dihuni oleh mereka yang berekonomi menengah ke bawah, yakni kelas tiga,” katanya.
(sumber: humas DPRD)


selanjutnya...

MARI MENGENAL HALUSINASI

Senin, 26 Januari 2009 · 0 komentar

Halusinasi adalah sensasi panca indra tanpa ada rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tak ada sesuatu rangsangan pada kelima indra tersebut (Izzudin, 2005). Kondisi ini juga dijelaskan Keliat dkk(2006) bahwa halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, yaitu merasakan sesuatu yang palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Halusinasi merupakan distorsi persepsi yang salah, yang terjadi karena respon neurobiologi. Klien mempunyai pengalaman aktual terhadap distorsi sensori terhadap apa yang sebenarnya terjadi (Stuart & Laraia, 2005).



Persepsi merupakan respon dari reseptor dari reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh stimulus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan untuk menilai realita dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensori penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan (Townsend, 2005).

Thomas (1991) menjelaskan bahwa halusinasi secara umum dapat ditemukan pada klien gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi, delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Selanjutnya menurut Trygstad,et all (2002) dalam Stuart and Laraia (2005), kira-kira 70% klien dengan halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, sisanya 10% adalah gustatori, tactil, olfactory, kinestetik atau cenestetic. Gejala terbanyak yang terjadi pada kasus psikotik adalah halusinasi pendengaran (99%).

Klien psikotik yang nalar (egonya) sudah runtuh, maka halusinasi tersebut dianggap real dan tak jarang ia bereaksi terhadap halusinasi dengar. Bila halusinasi berisi perintah untuk membunuh iapun akan melaksanakan pembunuhan. Hal ini memang banyak terjadi pada klien psikotik yang membunuh keluarganya sendiri. Sebaliknya halusinasi yang memerintah untuk bunuh diri tak jarang klien pun akan bunuh diri(Izzudin,2005)

(by:noviebsuryanto.270109)

selanjutnya...

Sosialisasi Forum

· 0 komentar

Pengembangan sebuah forum tentunya harus dibarengi dengan Sumber Daya Manusia yang kompeten dan memiliki kredibilitas serta komitmen yang kuat terhadap visi dan misi

yang telah disusun dalam AD/ART. Dalam rangka pengembangan forum ini, maka akan diadakan Forum Group Discussion yang akan membahas masalah strategi sosialisasi forum kepada masyarakat, program-program jangka pendek dan panjang dalam usaha meningkatkan kesehatan jiwa masyarakat. strategi global dalam pengembangan unit usaha forum ini.
Kegiatan ini akan dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal : Sabtu, 31 Januari 2009
Waktu : Pkl. 10.00 s/d selesai
Tempat : RS Atma Husada Mahakam Samarinda
Undangan dari acara ini adalah praktisi, akademisi dan petugas pelayanan kesehatan yang concern terhadap perkembangan kesehatan jiwa.
Kami berharap dengan adanya pertemuan ini, dapat menjadi momentum awal eksistensi FORUM MASYARAKAT PEDULI KESEHATAN JIWA dalam upaya peningkatan derajat kesehatan jiwa Indonesia. (By. Admin)

selanjutnya...

ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

Rabu, 14 Januari 2009 · 0 komentar

PENDAHULUAN

Kesehatan jiwa menurut Undang – Undang No. 23 Tahun 1992 pasal 24 ayat 1 adalah kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa sehat secara optimal
baik untuk intelektual maupun emosional, dan menurut pasal 24 ayat 2 adalah kesehatan jiwa meliputi pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa, pencegahan dan penanggulangan. Masalah psikososial dan gangguan jiwa, penyembuhan dan pemeliharaan penderita gangguan jiwa dan didalamnya Undang – Undang kesehatan No. 3 tahun 1966 mendefinisikan sehat jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik intelektual dan emosional yang optimal dan seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
Ketidak mampuan individu untuk beradaptasi terhadap lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan jiwa. Satu diantaranya adalah isolasi sosial : Menarik diri, supaya dapat mewujudkan jiwa yang sehat, maka perlu adanya peningkatan jiwa melalui pendekatan secara promotif, preventif dan rehabilitatif agar individu dapat senantiasa mempertahankan kelangsungan hidup terhadap perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya maupun pada lingkungannya.
PENGERTIAN
Hubungan Sosial
Hubungan sosial adalah hubungan untuk menjalin kerjasama dan ketergantungan dengan orang lain (Stuart and Sundeen, 1998).
Kerusakkan Interaksi Sosial
Kerusakkan interaksi sosial adalah suatu kerusakkan interpersonal yang terjadi akibat kepribadiuan yang tidak flesibel yang menimbulkan perilaku maladaptif yang mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan sosial (Depkes RI, 2002 :114).
Isolasi Sosial : Menarik Diri
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Mary C. Rownsendl, 1998 : 152).
Menarik diri adalah suatu sikap dimana individu menghindari dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain (RSJ, 1996).

RENTANG RESPON SOSIAL

Manusia sebagai makhluk sosial adalah memenuhi kebutuhan sehari – hari, tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa ada hubungan dengan lingkungan sosialnya. Hubungan dengan orang lain dan lingkungan sosialnya menimbulkan respon – respon sosial pada individu.
Rentang respon sosial individu berada dalam rentang adaptif sampai dengan maladaptif.

Respon Adaptif
Yaitu respon individu dalam penyesuaian masalah yang dapat diterima oleh norma – norma sosial dan kebudayaan, meliputi :
a. Solitude (Menyendiri)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yng telah dilakukan di lingkungan sosialnya, dan merupakan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah – langkah selanjutnya.
b. Autonomy (Kebebasan)
Respon individu untuk menentukan dan menyampaikan ide – ide pikirandan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Mutuality
Respon individu dalam berhubungan interpersonal dimana individu saling memberi dan menerima.
d. Interdependence (Saling Ketergantungan)
Respon individu dimana terdapat saling ketergantungan dalam melakukan hubungan interpersonal.
Respon Antara Adaptif dan Maladaptif
a. Aloness (Kesepian)
Dimana individu mulai merasakan kesepian, terkucilkan dan tersisihkan dari lingkungan.
b. Manipulation (Manipulasi)
Hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan bukan pada orang lain.
c. Dependence (Ketergantungan)
Individu mulai tergantung kepada individu yang lain dan mulai tidak memperhatikan kemampuan yang dimilikinya.
Respon Maladaptif
Yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang dari norma – norma sosial dan budaya lingkungannya.
a. Loneliness (Kesepian)
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain atau tanpa bersama orang lain untuk mencari ketenangan waktu sementara.
b. Exploitation (Pemerasan)
Gangguan yang terjadi dimana seseorang selalu mementingkan keinginannya tanpa memperhatikan orang lain untuk mencari ketenangan pribadi.
c. Withdrawl (Menarik Diri)
Gangguan yang terjadi dimana seseorang menentukan kesulitan dalam membina hubungan saling terbuka dengan orang lain, dimana individu sengaja menghindari hubungan interpersonal ataupun dengan lingkungannya.
d. Paranoid (Curiga)
Gangguan yang terjadi apabila seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya pada orang lain.

ETIOLOGI

Terjadinya menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan stressor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi dan stressor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadi perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada diri orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri dan kegiatan sendiri terabaikan.

TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala menarik diri adalah menarik diri, tidak ada perhatian, tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain, berat badan menurun atau meningkat secara drastis, kemunduran kesehatan fisik, tidur berlebihan, tinggal ditempat tidur dalam waktu yang lama, banyak tidur siang, kurang bergairah, tidak memperdulikan lingkungan, kegiatan menurun, immobilisasi, mondar – mandir, melakukan gerakan secara berulang dan keinginan seksual menurun. (Depkes, 1996)

DAMPAK MENARIK DIRI TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

Dibawah ini akan dijelaskan mengenai dampak gangguan interaksi sosial menarik diri terhadap kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow.
Kebutuhan Fisiologis
Klien dengan interaksi sosial menarik diri kurang memperhatikan diri dan lingkungannya sehingga motivasi untuk makan sendiri tidak ada. Klien kurang memperhatikan kebutuhan istirahat dan tidur, karena asyik dengan pikirannya sendiri sehingga tidak ada minat untuk mengurus diri dan keberhasilannya.
Kebutuhan Rasa Aman
Klien dengan gangguan interaksi menarik diri cenderung merasa cemas, gelisah, takut dan bingung sehingga akan menimbulkan rasa tidak aman bagi klien.
Kebutuhan Mencintai dan Dicintai
Klien dengan gangguan interaksi sosial menarik diri cenderung memisahkan diri dari orang lain.
Kebutuhan Harga Diri
Klien dengan gangguan interaksi sosial menarik diri akan mengalami perasaan yang tidak berarti dan tidak berguna. Klien akan mengkritik diri sendiri, menurunkan dan mengurangi martabat diri sendiri sehingga klien terganggu.
Kebutuhan Aktualisasi Diri
Klien dengan gangguan interaksi sosial menarik diri akan merasa tidak percaya diri, merasa dirinya tidak pantas menerima pengakuan dan penghargaan dari orang lain dan klien akan merasa rendah diri untuk meminta pengakuan dari orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Manjoer, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jiwa. Jakarta.
Departemen Kesehatan Jiwa RI. 2002. Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan di Indonesia III. Jakarta.
Dorland. 1998. kamus Saku Kedokteran. EGC : Jakarta.
Harold I Kaplan MD., Benjamin J., Sadock MD.,jack A. Grebb MD. 1994. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Jilid Satu dan Dua.
Keliat, Budi Anna, dkk. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Keperawatan Jiwa. 2000. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Maramis, W.F. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Universitas Airlangga.
Standar Asuhan Keperawatan Jiwa dan Kesehatan Jiwa. 2000. Rumah Sakit Jiwa Bandung.
Stuart G. Wand Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing.
Towsend Mary C. 1998. Diagnosa keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri Edisi 3. Alih Bahasa Novi Elena C. Daulima. Jakarta : EGC.

selanjutnya...

Kenali dan Atasi Stress Anda

· 0 komentar

Stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang tampak berbahaya atau sulit.
Stress membuat tubuh untuk memproduksi hormone adrenaline yang berfungsi untuk mempertahankan diri. Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia.

Stress yang ringan berguna dan dapat memacu seseorang untuk berpikir dan berusaha lebih berpikir dan berusaha lebih cepat dan keras sehingga dapat menjawab tantangan hidup sehari-hari.
Stress ringan bisa merangsang dan memberikan rasa lebih bergairah dalam kehidupan yang biasanya membosankan dan rutin. Tetapi stress yang terlalu banyak dan berkelanjutan, bila tidak ditanggulangi, akan berbahaya bagi kesehatan.

Lalu bagaimana gejala stress yang biasa di alami...???
Gejala-gejala stress yang bisa dan biasa di alami adalah
  • Menjadi mudah tersinggung dan marah terhadap teman, keluarga dan kolega.
  • Bertindak secara agresif dan defensif
  • Merasa selalu lelah.
  • Sukar konsentrasi atau menjadi pelupa.
  • Palpitasi atau jantung berdebar-debar.
  • Otot-otot tegang.
  • Sakit kepala, perut dan diare.
Stress tidak bisa datang begitu saja tanpa pemicu atau penyebab, berikut adalah hal-hal yang bisa menyebabkan stress
  • Kejadian hidup sehari-hari baik gembira dan sedih seperti:
- Menikah/mempunyai anak.
- Mulai tempat kerja baru/pindah rumah/emigrasi.
- Kehilangan orang yang dicintai baik karena meninggal atau cerai.
- Masalah hubungan pribadi.
  • Pelajaran sekolah maupun pekerjaan yang membutuhkan jadwal waktu yang ketat, dan atau bekerja dengan atasan yang keras dan kurang pengertian.
  • Tidak sehat.
  • Lingkungan seperti terlalu ramai, terlalu banyak orang atau terlalu panas dalam rumah atau tempat kerja.
  • Masalah keuangan seperti hutang dan pengeluaran di luar kemampuan.
  • Kurang percaya diri, pemalu
  • Terlalu ambisi dan bercita-cita terlalu tinggi.
  • Perasaan negatif seperti rasa bersalah dan tidak tahu cara pemecahannya, frustasi.
  • Tidak dapat bergaul, kurang dukungan kawan.
  • Membuat keputusan masalah yang bisa merubah jalan hidupnya atau dipaksa untuk merubah nilai-nilai/prinsip hidup pribadi.
Stress memberikan suatu reaksi pada tubuh seiring dengan semakin meningkatnya stress yang di alami, reaksi yang timbul antara lain:
  • Tekanan darah tinggi dan serangan jantung.
  • Sakit mental, hysteria.
  • Gangguan makan seperti hilang nafsu makan atau terlalu banyak makan.
  • Tidak bisa tidur (insomnia).
  • Migren/kepala pusing.
  • Sakit maag.
  • Serangan asma yang tambah berat.
  • Ruam kulit.

Bagaimana mencegah stress ?

  • Lihat/ukur kemampuan sendiri. Belajar untuk menerima apa adanya dan mencintai diri sendiri.
  • Temukan penyebab perasaan negatif dan belajar untuk menanggulanginya. Jangan memperberat masalah dan coba untuk sekali-kali mengalah terhadap orang lain meskipun mungkin anda di pihak yang benar.
  • Rencanakan perubahan-perubahan besar dalam kehidupan anda dalam jangka lama dan beri waktu secukupnya bagi diri anda untuk menyesuaikan dari perubahan satu ke yang lainnya.
  • Rencanakan waktu anda dengan baik. Buat daftar yang harus dikerjakan sesuai prioritas.
  • Buat keputusan dengan hati-hati. Pertimbangkan dengan masak-masak segi baik atau buruk sebelum memutuskan sesuatu.
  • Biarkan orang lain ikut memikirkan masalah anda. Ceritakan kepada pasangan hidup, teman, supervisor atau pemimpin agama. Mereka mungkin bisa membantu meletakkan masalah anda sesuai dengan proporsinya dan menawarkan cara-cara pemecahan yang berguna.
  • Bangun suatu sistim pendorong yang baik dengan cara banyak berteman dan mempunyai keluarga yang bahagia. Mereka akan selalu bersama anda dalam setiap kesulitan.Jaga kesehatan, makan dengan baik, tidur cukup dan latihan olahraga secara teratur.
  • Rencanakan waktu untuk rekreasi.
  • Tehnik relaksasi seperti napas dalam, meditasi atau pijatan mungkin bisa membantu menghilangkan stress.
  • Beri diri anda kesempatan untuk beristirahat biarpun hanya untuk beberapa saat setiap hari. Tentukan tujuan yang realistis bagi diri anda sendiri
  • Jangan mempermasalahkan hal-hal yang sepele
  • Cobalah untuk memprioritaskan beberpa hal yang benar-benar penting dan biarkan yang lainnya mengikuti.
  • Jangan membebani diri anda secara berlebihan dengan mengeluh mengenai seluruh beban kerja anda. Tangani setiap tugas sebagaimana mestinya, atau tangani secara selektif dengan memperhatikan beberapa prioritas.
  • Hindari stress Dengan kegiatan-kegiatan fisik, misalnya jogging, tennis ataupun berkebun.
SEMOGA BERMANFAAT

selanjutnya...

CEGUKAN..."..HIk..HIk.."

· 0 komentar

Tahukah anda...???

Cegukan.... tentunya anda pernah mengalaminya dan perasaan tidak enak pasti menyelimuti diri anda dibarengi dengan mual dan rasa ingin muntah. apalagi saat kita berbicara dengan teman atau orang lain tambahan suara "...hiik..hikk" menyela disetiap kata yang keluar dari mulut kita.
Berikut penjelasan tentang 'CEGUKAN" :

Cegukan terlihat sepele, namun bila sudah berlangsung lama, menunjukkan ada sesuatu yang tidak beres dalam tubuh. Karena tidak hanya menyangkut tenggorakan, tapi juga organ-organ lain. Termasuk di dalamnya otot-otot diagfragma, katup di tenggorokan, dan susunan saraf pusat (otak). Serta saraf tepi.
Cegukan, dalam bahasa medisnya disebut Hiccup, disebabkan oleh kontraksi sekat rongga tubuh, atau kerap disebut diagfragma, yang terjadi secara mendadak.
Kontraksi ini menimbulkan tarikan napas yang diakhiri secara refleks oleh tertutupnya lubang di antara kedua pita suara. Tarikan napas akibat tertutupnya lubang tersebut menimbulkan suara khas waktu cegukan. Kejadian ini dapat timbul satu kali, dapat pula berupa rangkaian yang tak dapat dikendalikan.
sedangkan nama lainnya, yaitu ‘singultus’ berasal dari bahasa latin singult yang berarti menarik nafas saat seseorang sedang terisak-isak.

Normalnya, saat kita menarik napas, otot-otot diafragma akan turun, dan saat itu pula katup tenggorokan membuka, sehingga udara yang menekan ke atas tidak akan berbunyi. Akan tetapi, pada cegukan, saat menarik napas, terjadi kontraksi atau bahasa awamnya kram pada otot diafragma dan otot-otot antara tulang iga.
Akibatnya, keduanya akan naik. Pada saat bersamaan, epiglotis (katup/klep di tenggorokan) pun tertutup, sehingga udara dari diagfragma yang naik ke atas akan menekan klep ini. Akibatnya, terjadilah cegukan.

Tertutupnya katup atau epiglotis ini terjadi karena adanya gangguan di lengkung refleks, yaitu pada susunan saraf pusat dan saraf tepi. Kedua saraf ini mengatur jalur pernafasan dalam tubuh manusia agar berjalan lancar. Tertutupnya klep ini bukan merupakan kelainan susunan saraf pusat atau saraf tepi, namun merupakan respon dari keduanya yang terganggu.

Oleh karena saraf tepi berukuran panjang dan berhubungan dengan organ-organ didalam tubuh, maka terkadang aktivitasnya terganggu oleh penyakit yang serius.
Sehingga, cegukan dapat pula menjadi gejala adanya radang di perut, penyakit di ginjal, masalah hati atau tumbuhnya tumor di leher yang mengganggu saraf, yang kemudian mengirim respon sehingga muncullah cegukan.

Pada dasarnya, cegukan itu ada 2 jenis.
Jenis pertama disebut dengan cegukan
ringan dan hanya berlangsung 1-2 jam, kemudian hilang sendiri. Penyebabnya paling sering karena
  • Adanya regangan di lambung
  • Perubahan cuaca yang mendadak, dari panas ke dingin atau sebaliknya
  • Memakan makanan yang terlalu panas atau dingin
  • Minum alkohol, merokok atau mengalami stres.
Sedangkan jenis kedua, adalah cegukan permanen. Cegukan ini terjadi terus menerus, tak hanya berhari-hari atau berbulan-bulan, tapi juga bertahun-tahun. Cegukan jenis ini merupakan tanda atau gejala dari
  • Adanya gangguan di otak seperti gejala tumor di batang otak
  • Gejala stroke, pada penderita stroke sering timbul cegukan
  • Adanya infeksi di susunan saraf pusat
  • Adanya herpes di dada sehingga mengganggu saraf tepi.
Di samping itu juga karena gangguan metabolik seperti pada penderita diabetes dan hipertensi. Atau penderita kelainan ginjal, karena urenia. Juga karena gangguan elektrolit (kurang kalium), termasuk pengaruh obat-obatan seperti steroid atau obat tidur.

Untuk mengatasi cegukan sementara waktu bisa dilakukan dengan cara:

  • Meminum air hangat
  • Kadar karbon dioksida yang tinggi dalam darah dapat melumpuhkan cegukan. Caranya, adalah dengan bernapas dalam sebuah kantong kertas. Tiup dan hirup sebanyak 10 kali dengan cukup kuat sampai wajah memerah. Lakukan dengan cepat, dan usahakan kantong kertas tertutup rapat sehingga tidak ada udara yang masuk ke dalamnya…jadi udara yang dihirup adalah udara yang banyak karbondioksidanya.
  • Tehnik lain meningkatkan kadar karbondioksida adalah dengan menahan napas selama mungkin, lalu menelan ketika cegukan dirasakan akan datang. Lakukan sebanyak 2-3 kali kemudian tarik napas dalam dan mulai lagi.
  • Ada pula yang menyarankan menahan napas selama mungkin kemudian keluarkan dan tahan selama mungkin. Atau dengan menahan napas dengan kepala tengadah.
  • CARA PALING CEPAT DAN EFEKTIF Menelan satu sendok teh gula pasir kering dapat menghentikan cegukan dalam beberapa menit. Diduga, gula dalam mulut akan mengirimkan sinyal melalui serabut saraf yang akan mengganggu lengkung refleks cegukan.
  • Minum air dalam posisi membungkuk, melakukan pijatan ringan dengan jari telunjuk pada kedua sisi leher, tarik napas dalam lalu minum 10 tegukan air saat tidak bernapas, membungkuk sampai jari tangan dapat menyentuh ibu jari kaki selama 60 menit serta masih banyak lagi tehnik yang dapat dilakukan untuk menghilangkan cegukan.
Bila cegukan tak hilang juga dalam beberapa jam atau bahkan hari, maka pertolongan medis seperti penggunaan obat-obatan sudah diperlukan. Beberapa obat yang dapat digunakan untuk menghilangkan cegukan diantaranya adalah chlorpromazin, metoclopramid, baclofen, antikonvulsan (fenitoin, asam valproat, carbamazepin) juga obat lain seperti quinidine, amitriptilin dan marijuana. Tentunya penggunaan obat-obatan ini harus dengan petunjuk dokter, sebab obat-obatan tersebut juga memiliki efek samping yang perlu diwaspadai.

Bila dengan obat-obatan cegukan tetap bertahan juga, dapat pula dicoba terapi hipnotis dan akupuntur. Lebih jauh lagi…anestesi dengan ventilasi tekanan positif dan pelumpuh otot dilaporkan dapat menghentikan cegukan. Nah, akhirnya… sebagai senjata terakhir yang dapat dilakukan…… tindakan pembedahan menghancurkan atau memblok nervus frenikus juga telah dilakukan pada beberapa kasus cegukan yang tidak teratasi dengan berbagai cara…..

SEMOGA BERMANFAAT

selanjutnya...
Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified